KPK menetapkan bekas Komisaris Lippo Group, Eddy Sindoro sebagai tersangka. (ilustrasi/aktual.com)
KPK menetapkan bekas Komisaris Lippo Group, Eddy Sindoro sebagai tersangka. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Chairman PT Paramount Enterprise, Eddy Sindoro resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Eks Komisaris Lippo Group ini diduga terlibat dalam kasus suap terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Dalam pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara, terkait pengurusan perkara di PN Jakpus, KPK menetapkan ESI sebagai tersangka,” papar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (23/12).

Eddy diduga memberikan sejumlah uang kepada Panitera sekaligus Sekretaris PN Jakpus, Edy Nasution. Pemberian uangnya bertujuan agar PK yang diajukan oleh perusahaan yang berdiri di bawah naungan Eddy bisa diterima.

“Dengan maksud, agar penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat dalam jabatannya, dan perbuatan tersebut terkait dengan permohonan bantuan pengajuan PK di PN Jakpus,”

Eddy disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 KUHP, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Eddy disinyalir jadi pihak yang berkuasa atas pemberian uang 50.000 dolar Amerika Serikat ke Edy Nasution, terkait pengajuan PK atas perkara PT Across Asia Limited melawan PT First Media.

Konstruksi kasusnya, berdasarkan putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) pada 31 Juli 2013, PT AAL dinyatakan pailit. Meski begitu, hingga lebih dari 180 hari setelah putusan dibacakan, PT Across tidak juga mengajukan upaya hukum PK ke MA.

Sesuai Pasal 295 ayat 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, batas waktu pengajuan PK adalah 180 hari sejak putusan dibacakan.‬ Untuk menjaga kredibilitas PT AAL yang juga sedang berperkara di Hongkong, Eddy menugaskan salah satu orang kepercayaannya, Wresti Kristian Hesti agar mengupayakan pengajuan PK di MA.

Selanjutnya Hesti menemui Edy Nasution di PN Jakpus pada Februari 2016.‬ Edy Nasution akhirnya setuju untuk menerima pengajuan PK yang telah lewat batas waktunya. Namun, dia meminta disediakan imbalan kepada Hesti.‬

Kemudian, medio Februari 2016, PT AAL menunjuk kuasa hukum baru, di antaranya Dian Anugerah Abunaim dan Agustriady. Penunjukkan kuasa hukum inilah yang kemudian dijadikan alasan bahwa putusan Kasasi belum pernah diterima, karena surat putusan dikirimkan kepada kuasa hukum yang lama.‬

Alasan tersebut juga jadi alasan Edy Nasution untuk menerima kembali pendaftaran PK. Atas pengurusan PK tersebut, Edy menerima uang sebesar 50.000 Dollar AS dari Agustriady.‬

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby