“Saat Andi datang saya tanya ‘Pak ini uang KTP-E’ ya? Bukan itu uang dari bisnis saya, karena tidak ada yang memikirkan Ibu. Saya kejar, saya lari keluar, tapi rumah saya mepet sama tetangga kalau saya teriak akan terdengar tetangga, jadi saya malu dan tidak jadi teriak,” ungkap Diah.
“Apa hubungannya Andi memberikan sebesar itu ke kalau tidak ada kaitan dengan sesuatu ?” tanya anggota majelis hakim Franki Tumbuwun.
“Karena katanya ‘tidak ada yang memikirkan ibu’. Saya tidak punya pikiran negatif. Saat dibuka, saya takut kok uangnya besar sekali. Saya hubungi Irman dan saya menyesal sekali kalau pak Irman mengatakan ‘ya bu kembalikan saja’ duh saya besyukur tidak panjang seperti ini,” tambah Diah.
Diah mengaku sempat menanyakan alamat rumah Andi ke Irman untuk mencoba mengembalikan uang, tapi Irman tidak memberikan alamat tersebut. Akhirnya Diah pun hanya menyimpan uang 500 ribu dolar AS itu sampai kasus ini bergulir.
“Pak Giarto (mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri) juga pernah mengatakan ‘Bu tidak usah dikembalikan, saya yang pasang badan, Pak Irman yang tanggung jawab padahal sejak awal memang ada niat untuk mengembalikan,” ungkap Diah.
Sedangkan uang 300 ribu dolar AS dari utusan Irman, menurut Diah berasal dari pengadaan Kemendagri.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid