Jakarta, Aktual.com — Banyakanya aksi koboi para pemegang senjata membuat aturan kepemilikan senjata dipertanyakan. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Mohammad Iqbal mengatakan, banyak kasus penembakan di jalan lebih banyak disebabkan oleh emosi.
Menyangkut soal kepemilikan senjata, Iqbal menuturkan, maraknya aksi koboi di jalan bisa jadi karena kepemilikannya sendiri yang ilegal.
“Karena kalau resmi akan ada tes psikolog dan kejiwaan, kalau tidak lulus maka tidak akan diberikan senjata,” kata Kombes Iqbal di Jakarta, Rabu (4/8).
Sesuai dengan Peraturan Kapolri (Perkap) No.82/2004 orang-orang yang bisa diberikan ijin memiliki senjata api bela diri tersebut diantaranya Pejabat DPR/MPR/Legislatif, Pejabat Eksekutif, Pejabat pemerintah, Pejabat swasta, Pengusaha, Direktur Utama, Komisaris, Pengacara dan Dokter.
Namun tetap tidak semuanya bisa membawa atau menenteng senjata api tersebut sembarangan terutama ditempat umum.
“Kalau senjata api bela diri yang bisa diperoleh ada tiga jenis yakni senjata api dengan peluru tajam, senjata api dengan peluru karet, senjata api dengan peluru gas atau hampa,” tuturnya.
Syarat untuk mendapatkannya, yakni berusia 24-65 tahun, minimal mengikuti kelas menembak selama tiga tahun, lulus tes psikologi, lulus tes kesehatan, dilengkapi surat keterangan dari instansi atau kantor dari orang yang ingin mendapatkan ijin memiliki senjata api.
Misalnya dokter maka harus ada surat dari Ikatan Dokter Indonesia. Sementara itu, pemilik juga harus lulus uji keterampilan mengamankan dan merawat senjata api dan digunakan apabila dalam situasi dan kondisi yang mengganggu keselamatan jiwanya. “Jadi ketentuannya sangat ketat, dan tidak sembarangan,” jelasnya.
Sejak tahun 2006 hingga saat ini sudah ada beberapa senjata api bela diri yang sudah ditarik dari peredaran karena beberapa hal. “Misalnya, si pengguna senjata api bela diri sudah tidak menjabat lagi sebagai direktur utama sudah tidak sesuai lagi dengan profesi pekerjaannya atau tidak memperpanjang batas tempo surat ijin kepemilikan senjata api bela diri setiap tahunnya,” tegasnya.
Iqbal melanjutkan, sekitar 70% senjata api yang dimiliki oleh orang-orang yang telah mendapat ijin tersebut kebanyakan senpi jenis peluru karet, 25% peluru hampa, dan 5% lagi peluru tajam. Sedangkan untuk senjata api yang diperuntukkan olahraga seperti yakni senjata air softgun, senjata berburu hanya sekitar 3%. “Senjata api untuk olahraga ini digunakan apabila pengguna ingin memakainya. Setelah dipakai, senjata api tersebut disimpan ke gudang di Perbakin dan tidak boleh dibawa setiap hari,” tegasnya.
Keberadaan senjata api yang ada di masyarakat sudah sepenuhnya ditarik. Pasalnya ijin kepemilikannya sudah dicabut dan tidak diperpanjang. “Kalau masih ada warga sipil yang memiliki senjata api berarti ilegal,” tuturnya. Menurutnya, walaupun memiliki ijin senjata-senjata tersebut tidak boleh dibawa dan harus disimpan di gudang senjata.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid