Jakarta, Aktual.com – Kinerja Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menjadi sorotan publik menyusul meningkatnya jumlah kepala daerah yang tersangkut perkara tindak pidana korupsi. Publik menilai, semestinya Mendagri bisa menertibkan kepala daerah yang ‘nakal’.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Mahasiswa Kosgoro, HM Untung Kurniadi, menyoroti tiga hal yang menyebabkan praktik korupsi rentan menjerat kepala daerah. Pertama, mahalnya biaya politik dalam pilkada. Kedua, masih kentalnya politik dinasti, kemudian karakter dari kepala daerah itu sendiri yang memang berniat melakukan korupsi.
Kasus terakhir tercatat pada pengujung tahun 2016, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Klaten Sri Hartini dalam operasi tangkap tangan praktik suap promosi jabatan sebesar Rp2 miliar.
“Semestinya dengan mengacu kepada tiga tersebut Kemendagri dapat merumuskan kebijakan yang tepat sehingga rekrutmen kepala daerah dapat menghasilkan kepala daerah yang bebas korupsi,” ujar Untung dalam keterangannya usai menyambangi Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Rabu (4/1) kemarin.
Untung mencontohkan, Kemendagri dapat menelurkan kebijakan menghapus biaya politik dan membatasi politik dinasti. Bahkan bila perlu calon kepala daerah terlebib dulu dites secara kejiwaannya apakah cenderung korup atau tidak.
“Orang melamar kerja saja dites kejiwaannya, masa calon kepala daerah yang memiliki kewenangan yang luas tidak dites,” cetus Untung.
Lebih lanjut, Untung menjelaskan, berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan dalam pasal 8 ayat (3) bahwa pengawasan dan pembinaan oleh pemerintah pusat terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah secara nasional dikordinasikan menteri.
“Nah fungsi pengawasan dan pembinaan ini harus ditingkatkan sehingga tidak ada lagi kepala daerah yang tersangkut perkara korupsi,” kata Untung.
Mendagri selaku pembina pemerintahan daerah tidak cukup hanya bisa menyayangkan atau mengaku prihatin menyusul banyaknya kepala daerah yang terjerat praktik korupsi. Sebab, dengan banyaknya kepala daerah yang tersangkut kasus tersebut menandakan bahwa ada yang salah dalam sistem rekrutmen kepala daerah.
“Dan ada yang salah dalam pengawasan dan pembinaan. Ini yang harus diperbaiki,” tegas Untung.
Laporan: Nailin
Artikel ini ditulis oleh: