‘Maraknya Pelaku Bullying di Sosmed, Dekan Fakultas Sosial: Sebaiknya Lakukan Tindakan Preventif’
Jakarta, Aktual.com – Masifnya pengguna internet dibelahan dunia termasuk di Indonesia adalah fenomena baru di era digital seperti saat sekarang ini. Namun, seiring dengan kemajuan teknologi yang kian canggih muncul pula fenomena yang berdampak pada psikologi manusia.
Nyaris semua hal dicurahkan ke sosial media (sosmed) oleh pengguna internet, mulai dari curhatan pribadi, menghujat, hingga menyebarkan berita bohong (hoax). Sisi lain, ada juga pengguna internet yang memanfaatkan jaringan sosmed secara positif, seperti memberikan edukasi, informasi dan juga berdagang (online shop).
Di era digital seperti saat sekarang ini, kebutuhan internet nyaris menjadi kebutuhan yang konsumtif bagi masyarakat secara umum. Maka, seharusnya, pengguna sosial media harus berlaku bijak dalam menggunakan internet sebagai sarana untuk berbagi Informasi dan sebagainya. Kecanggihan teknologi harus bisa meberikan kemanfaatan yang positif bagi manusia, bukan sebaliknya, menjadikan sosmed sebagai sarana yang begitu bebas menyampaikan sesuatu tanpa melihat dampak psikologi sosial.
Menanggapi hal tersebut, Dekan Fakultas Sosial Universitas Podomoro, Dea Prastyawati, juga tidak memungkiri bahwa hingga saat ini masih banyak pengguna internet yang menjadi ‘pelaku’ bullying di multi akun sosial media. Maka untuk menyikapi hal tersebut, menurut Dea, Masyarakat dan para pendidik untuk lebih mengedepankan tindakan preventif.
“Sebaiknya tindakan preventif seperti itu dilakukan oleh hampir semua edukator yang memang punya calon-calon penerus bangsa,” kata Dea kepada awak media di Jakarta, Sabtu (4/11).
Ketika dikonfirmasi seberapa akut perilaku negatif di sosial media, Dea menuturkan, bahwa saat ini masih banyak pengguna internet yang perlu diberikan pemahaman agar lebih bijak dalam menyikapi sesuatu yang didapat dan ditemui.
Selain itu, Dea juga mensinyalir, bahwa dinamika politik yang berkembang menjadi salah satu indikasi maraknya perilaku bullying di sosmed, ditambah dengan munculnya fenomena saracen yang menjadi pemicu aksi saling bullying.
“Apalagi terkait dengan situasi kondisi, mungkin politik, mungkin sosial, mungkin kebebasan berbicara dan sebagainya tidak terkontrol, itu menurut saya sangat tajam,” tuturnya.
“Fenomena (saracen-red) itu bisa jadi sebetulnya cuma trigger yang memancing,” tambahnya.
Untuk itu, ia sangat mewanti-wanti pada mahasiswanya yang juga sebagai pengguna sosmed untuk melakukan kroscek terlebih dahulu kebenaran informasi yang didapat sebelum menyebarkan kembali.
“Jadi check dulu sebelum mau sebarkan atau berpikir dulu sebelum posting. Itu yang coba kami berikan jasa edukasi kepada mahasiswa kami,” ujarnya.
Menurutnya, kegiatan edukasi yang mengedepankan tindakan preventif sangat tepat di era milenial seperti saat sekarang ini.
“Jadi kami menjaga betul, dan sangat efektif sih. Bagaimana kita mengontrol mereka, mereka tahu bahwa kita bisa di instagram mereka dan mereka lebih berhati-hati dan lebih berpikir dan lebih bijaksana sebelum mereka melakukan sesuatu,” pungkasnya.
Dilokasi yang sama, Ketua Gerakan Nasional Siberkreasi, Dedy Permadi menerangkan, tujuan diselenggarakannya kampanye Stop Cyber Bullying Campaign yang menghadirkan penyanyi asal Inggris, Harris Jung atau yang lebih dikenal Haris J, di Neo Soho, Podomoro City, Jakarta Barat.
“Siberkreasi ini satu gerakan nasional literasi digital yang sebetulnya pekerjaan bersama 52 lembaga pemerintahan dan non pemerintahan, tidak dibawah kementerian apapun,” jelas Dedy saat memberikan keterangan pers di Jakarta, Sabtu (4/11).
“Intinya adalah untuk mengerjakan pekerjaan yang ada di hulu ini, memberikan pendidikan pada masyarakat mulai dari anak-anak sampai orang tua bagaimana caranya menjadi pengguna internet, pengguna media sosial yang posistif dan produktif,” pungkasnya.
Berikut cuplikannya:
Repoter: Warnoto