Jakarta, aktual.com – Anggota Komisi IX DPR RI Marinus Gea mengakui perlindungan negara terhadap para nelayan belum maksimal, lantaran terhadang dengan regulasi yang berlaku saat ini.
Sehingga, ia menegaskan perlu adanya perhatian serius dari pemerintah dan pihak terkait untuk duduk bersama mewujudkan perlindungan para nelayan dalam menjalankan profesinya.
“Perlindungan pada nelayan saat ini hanya lewat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial – Tenaga Kerja, yang belum memenuhi kebutuhan nelayan,” kata Marinus di Jakarta, Sabtu (13/4).
Seperti diketahui, perlindungan itu mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Diperkuat dengan UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dimana perlindungan diberikan oleh BPJS-TK dengan syarat terdaftar sebagai peserta berdasarkan UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Dan berdasarkan UU No 24 Tahun 2011, negara melalui BPJS-TK membantu iuran bagi nelayan yang masuk kategori pekerja bukan penerima upah (BPU). Bantuan itu, sambung Marinus diberikan selama setahun pertama untuk kemudian iuran Rp16.800 per bulan dilanjutkan oleh nelayan.
Nelayan yang menjadi peserta BPJS-TK sebagai BPU akan menerima manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Sedangkan pekerja formal atau pekerja penerima upah (PPU) wajib terdaftar dalam empat program BPJS Ketenagakerjaan, yaitu JKK, JKM, JHT (Jaminan Hari Tua) dan JP (Jaminan Pensiun).
Marinus memahami, batasan jaminan terhadap nelayan oleh BPJS-TK itu dirancang karena ada kemungkinan mereka beralih profesi. Dan, hanya melindungi mereka dari risiko saat bekerja saja. “Padahal, nelayan bisa saja tidak bisa bekerja karena sudah lanjut usia, sehingga JHT dan JP dinilai perlu diberikan bagi nelayan,” terangnya.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini juga mengingatkan, ada benturan regulasi untuk melindungi nelayan. Hal itu dia sadari tatkala melakukan kunjungan kerja dan menemui nelayan di Balige, Sumatra Utara (Sumut) belum lama ini.
Para nelayan menyatakan, mereka tidak bisa dilindungi BPJS-TK karena mereka mendapat asuransi nelayan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 18/Permen-Kp/2016 tentang Jaminan Perlindungan Atas Risiko Kepada Nelayan, Pembudi Daya Ikan, Dan Petambak Garam.
Menurut Marinus, ketidakharmonisan peraturan tersebut justru membuat bingung masyarakat. Kondisi ini membuat BPJS TK juga tidak maksimal untuk sosialisasi kewajiban nelayan mengikuti BPJS. “Untuk membenahi ini, saya kira dibutuhkan keseriusan semua pihak yang membidani itu,”paparnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Anton Leonard, di kesempatan berbeda mengatakan perlu ada perubahan paradigma untuk meningkat kan kesejahteraan nelayan. Upaya yang dilakukan selama ini masih jauh dari yang dibutuhkan para nelayan sebenarnya.
“Masih sangat jauh, belum ditangani serius oleh pemerintah. Kalau mau nelayan sejahtera harus menyasar keluarganya juga,” ungkap Anton
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin