Percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat memerlukan pendekatan berbasis masyarakat adat, melalui penguatan peran Lembaga Masyarakat Adat. Lembaga ini menjadi mitra pemerintahan Papua dalam percepatan pembangunan, yang berbasis sumber daya manusia, melalui pelayanan, pendidikan, dan kelembagaan lokal.
Hal itu ditegaskan oleh Marwan Jafar, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dalam acara Sinkronisasi Program Prioritas Pembangunan Lintas Kementerian dan Pemda Wilayah Papua. Acara itu diselenggarakan oleh Kementerian PPN/Bappenas, di Jakarta, hari Selasa (15/3).
Menurut Menteri Desa PDTT, “Pemerintah Provinsi Papua juga telah mengusulkan orientasi pendekatan pembangunan kewilayahan berbasis adat di Papua, yang terdiri dari lima wilayah adat di Papua dan dua wilayah adat di Papua Barat.”
Pada acara Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Papua, yang dilaksanakan di Jakarta pada 9 Februari dan di Jayapura pada 7 Maret lalu, telah dilakukan sinkronisasi dan koordinasi kegiatan untuk tahun anggaran 2016. Yakni, untuk lokasi prioritas berbasis wilayah adat di Mamta, Saireri, Animha, Meepago, dan LaPago, dengan program Kemendesa PDTT.
Didominasi Daerah Tertinggal
Papua saat ini masih didominasi dengan daerah tertinggal. Hanya Kabupaten Mimika saja yang tidak lagi tertinggal di Provinsi Papua. Penduduk miskin terkonsentrasi di wilayah pegunungan. Hal ini antara lain disebabkan oleh akses jalan, yang belum tembus dari pantai utara ke selatan Papua. Sulitnya akses juga berdampak pada harga barang yang sangat tinggi.
Menurut data statistik 2014, jumlah penduduk Papua hanya 2,8 juta jiwa, dengan proporsi penduduk asli Papua sekitar 2,3 juta jiwa. PDRB konstan per kapita berjumlah Rp 16.946.016. Pertumbuhan ekonomi mencapai 8,90 persen. Indeks IPM 66,25, dan kesenjangan 69,13. Tingkat kemiskinan masih 27 persen.
Hal ini menunjukkan gambaran dari wilayah dan masyarakat Papua, yang relatif masih tertinggal dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Papua masih dihadapkan pada Masalah 7K: kemiskinan, kebodohan, keterisolasian, ketertinggalan, keterbelakangan, ketidakadilan, dan kematian.
Sinergi Pembangunan Papua
Melalui kajian terakhir Bappenas, seperti diungkapkan Marwan Jafar, diperlukan sinergi pembangunan Papua untuk mewujudkan Papua Sejahtera. Kajian Bappenas itu merekomendasikan untuk memperhatikan lima Program Prioritas. Yaitu: pembangunan SDM; pengelolaan sumber daya alam (SDA) terbarukan; pengelolaan SDA mineral dan migas; pengembangan kawasan; penyediaan infrastruktur; dan tata kelola kelembagaan, sebagai reorientasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat telah menjadi prioritas pembangunan nasional sejak diterbitkannya UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Hal itu juga telah dimasukkan ke dalam setiap RPJMN sejak 2005-2009 hingga sekarang.
Pelaksanaan Otonomi Khusus Papua itu sendiri belum optimal, sehingga dilengkapi dengan penerbitan beberapa regulasi tambahan. Seperti: Inpres 5/2007 tentang Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat, Perpres 65/2011 tentang Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), dan Perpres 66/2011 tentang Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat, serta usulan Otonomi Khusus Plus yang diajukan Pemprov Papua. #
Artikel ini ditulis oleh: