Mantan Ketua DPR Marzuki Alie (kiri) berbincang dengan Terdakwa dugaan korupsi pelaksanaan ibadah haji di Kemenag pada tahun 2011-2014, Suryadharma Ali usai memberikan keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/12).Dalam keterangannya Marzuki menyampaikan kepada majelis hakim mengenai hubungan Komisi VIII dengan Kementerian Agama yang tidak terlalu harmonis karena DPR menuntut Kemenag untuk menekan biaya haji yang terlalu tinggi, tapi Kemenag sulit untuk memenuhinya. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/aww/15.

Jakarta, Aktual.com — Mantan Ketua DPR Marzuki Alie mengakui ada konflik antara Komisi VIII DPR, yang mengurus bidang agama dan sosial dengan Kementerian Agama terkait Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2012.

“Ada hubungan yang tidak harmonis. Saya dapat laporan wakil ketua komisi VIII dari Partai Demokrat katanya masalah BPIH belum mendapat solusi. Ada keingingan DPR menekan biaya penyelengaraan ibadah haji dan ada kesulitan dari Kemenag untuk memenuhi keingingan Komisi VIII,” kata Marzuki Alie saat menjadi saksi meringankan untuk mantan Menteri Agama Suryadharma Ali dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (7/12).

Menurut Marzuki, tiap tahun memang ada pembahasan alot untuk menentukan BPIH. “Tiap tahun ada pembahsan BPIH dan itu sangan alot, tapi bisa diselesaikan. Nah, 2012 ini tidak bisa diselesaikan, kami pimpinan harus turun tangan, sebagai pimpinan kami memerintahkan untuk dilakukan rapat konsultasi kementerian dan Komisi VIII, dan saya asendiri yang memimpin,” kata Marzuki.

Menurut Marzuki, ada sejumlah komponen penyelenggaraan ibadah haji yang ingin ditekan harganya oleh DPR, sedangkan dari pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Agama sudah mentok nilainya dan tidak bisa dikurangi lagi. “Harga itu misalnya terkait ongkos penerbangan, kemudian ada masalah yang namanya memberikan orang-orag di tempat penginapan, ‘living cost’, ya detail sekali lah semuanya. Terbuka disampaikan biaya apa saja yang diperlukan, mau tidak mau ya disepakati,” kata Marzuki.

Menurut Marzuki, dalam satu kali rapat, permasalahan pun selesai secara jelas. “Saya menyelesaikan dengan ‘clear’ dan terbuka. Ada ruang buat mereka bernegosiasi di ruang sidang karena waktunya sudah sangat singak di mana BPHI harus diputuskan,” kata Marzuki.

Dalam perkara ini Suryadharma didakwa memperkaya diri sendiri sejumlah Rp1,821 miliar dan memperoleh hadiah 1 lembar potongan kain ka’bah (kiswah) serta merugikan keuangan negara sejumlah Rp27,283 miliar dan 17,967 juta riyal (sekitar Rp53,9 miliar) atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut sebagaimana laporan perhitungan kerugian Negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.

Menurut jaksa, Suryadharma melakukan sejumlah perbuatan yaitu menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi dan mengangkat Petugas Pendambilng Amirul Hajj tidak sesuai ketentuan dan menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) tidak sesuai dengan peruntukan, mengarahkan Tim penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi untuk menunjuk penyedia perubamah jamaah Indonesia tidak sesuai ketentuan serta memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas.

Suryadharma diancam pidana dalam pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu