Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi senior dari INDEF Didik J Rachbini menyebut, kondisi yang terjadi di Amerika Serikat harus menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia untuk memperbaiki kondisi perekonomian domestik.
Apalagi memang terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat langsung mewacanakan akan menghentikan kerja sama dalam Trans Pacific Partnership. Kondisi ini harus dijadikan oleh banyak negara, termasuk Indonesia untuk melakukan pembenahan perekonomian domestiknya.
“Bagi saya, apa yang dilempar ke publik lewat pernyataannya, termasuk soal TPP, bentuk realitas sari image politik. Sehingga negara lain pun pasang kuda-kuda untuk pembenahan ke dalam. Dan kita juga harus ke dalam,” ujar Didik di acara diskusi Masa Depan Ekonomi Indonesia, di Jakarta, Kamis (8/12).
Dengan kondisi demikian, kata dia, tentunya akan berpengaruh ke laju ekpsor yang bisa terganjal dan tidak mudah seperti sebelumnya. Makanya, dia menyarankan tiga hal yang harus diperbaiki pemerintah.
Pertama, dengan pasar yang cukup besar ini jangan sampai terus berantakan alias tak dimanfaatkan dengan baik. Sehingga harus ada take and give antara pemerintah dan pasar atau masyarakatnya itu.
“Kedua, soal APBN kita. Jangan merasa ketika tax amnesty berhasil, APBN kita beres. Tidak. Justru saat ini tax ratio kita turun. Pajak kita (yang ditargetkan) Ro1.300-an triliun, saat ini Rp1.000 triliun saja belum tercapai,” ujar dia.
Untuk itu, ujar Didik, kondisi tersebut harus diperbaiki dulu agar daya tahan ekonomi salam negeri lebh kuat. “Ini (soal APBN) harus hati-hati dan Bu Sri Mulyani (Menteri Keuangan) yang namanya besar itu punya PR besar. Makanya, pajak bagaimana ini? Sudah Desember ini.”
Saat ini, tegasnya, kebijakan fiskal tidak bisa lagi mendorong perekonomian terlalu banyak. Makanya harus dilakukan kebijakan efisiensi. “Dulu, zaman Pak Harto (Presiden Soeharto) hanya Rp80 triliun APBN-ya, tapi bisa berikan jalan dan irigasi banyak sekali. Sekarang ribuan triliun hanya berikan jalan 200-300 km. Itu berarti kan taka ada efisien di penggunaannya.”
Ketiga, terkait deregulasi debirokratisasi yang harus diefisienkan. Salah satunya soal ongkos logistik yang masih 300 persen lebih mahal terhadap Produk Domestik Bruto. “Kalau itu (biaya logistik) murah, maka arus ekonomi kita lebih lancar lagi.”
Menurutnya, dengan faktor eksternal yang masih menghambat ini, pemerintah perlu memberesi kondisi internal. Seperti deregulasi ongkos logitik harus diberesi,sehingga ekonomi akan lebih lancar. Juga memanfaatkan pasar dalam negeri yang besar.
“Seperti Pak JK (Wapres Jusuf Kalla) bilang, internal strength itu yang harus didorong. Jika tidak, pertumbuhan ekonomi tak akan nauh dari 5 persen, padahal yang optinis bisa sampai 5,3 persen.”
Apalahi memang, faktanya kata dia, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kesaktiannya sudah mulai turun. “Atau tidak berpengaruh lagi secara signifikan.”
Laporan: Busthomi
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu