Jakarta, Aktual.com — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menunda sidang vonis bekas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono, Senin (21/9). Penundaan itu dikarenakan Udar masih dirawat di rumah sakit.

“Majelis hakim memberikan satu kali kesempatan kepada terdakwa tidak hadir karena rumah sakit juga memberikan izin untuk 2-4 jam jadi tidak ada masalah untuk mendengarkan putusan sidang, sidang ditunda hingga Rabu, 29 September 2015 pukul 09.00 WIB,” kata ketua majelis hakim Artha Theeresia dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta.

Sidang sedianya akan dijadwalkan pada Rabu (23/9 nanti dan rencananya juga akan menghadirkan dengan perawat. Pengacara Udar, Tonin Tatak Singarimbun mengatakan bahwa Udar masih dalam masa pemulihan pasca operasi.

“Hasil dari dokter itu akibat luka di kaki kiri, sudah dua kali operasi. Hasil operasi yang pertama masih mengeluarkan cairan dan operasi kedua masih belum tertutup. Jadi memang kita mau hadirkan tapi memang belum kuat,” kata Tonin.

Tonin mengatakan pada Rabu akan mempersiapkan Udar didampingi perawat. “Mudah-mudahan Rabu tidak tertunda lagi. Tadi sudah kami sampaikan lisan dan akan kami sampaikan tertulisnya agar diizinkan perpanjangan dua minggu untuk operasi yang ketiga, ” ujar Tonin.

Menurut Tonin, kliennya saat ini masih berada di Rumah Sakit MMC lantai 4. “Dulu sebelum masuk tahanan gedung bundar dan rutan Cipinang, tidak ada penyakit. Tapi setelah masuk ke Cipinang ada benjolan di kaki kiri dan seluruh tubuh. Itu memang serangga tapi sebenarnya itu bakteri ganas. Mungkin disana ada beberapa orang juga yang kena tapi kalau Pak Pristono kan ada gula, kalau telat kakinya bisa diamputasi,” kata Tonin.

Sehingga luka tersebut menjadi lubang di kaki dan harus dioperasi dan diambilkan bagian daging untuk menutup lubang tersebut. “Pak Pris sejak 27 Juli dirawat, tanggal 4 Agustus operasi pertama. Kalau tidak salah pertengahan agustus operasi kedua. Ini satu kali lagi, butuh tiga bulan untuk perawatan ini,” ujar Tonin.

Status Udar saat ini pun masih dibantarkan dengan menanggung sendiri biaya pengobatannya. “Tanggung sendiri itu obatnya. Dirawat di MMC karena dekat dengan Tipikor dan di sana ada diskon serta ahli gula satu-satunya,” kata Tonin.

Dalam kasus ini, jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menuntut Udar Pristono 19 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsidair enam bulan penjara. Udar didakwa dengan tiga dakwaan yaitu dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan bus Transjakarta periode 2012 dan 2013 sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp63,9 miliar yaitu sebesar Rp9,576 miliar pada periode 2012 dan Rp54,389 pada 2013.

Dia diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Selanjutnya Udar juga didakwa menerima gratifikasi hingga Rp 6,519 miliar dari sejumlah pihak termasuk perusahaan rekanan Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Perbuatan Udar diancam pidana dalam Pasal 12B ayat 1 dan ayat 2 atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun dan denda Rp1 miliar.

Terakhir, Udar diduga melakukan tindak pidana pencucian uang sejak 3 Januari 2011-4 Februari 2014 sehingga didakwa Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu