Jakarta, Aktual.com — Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai kenaikan tarif listrik merupakan sebuah ironi dari sisi pelayanan, khususnya dari aspek kemauan untuk membayar.
“Pelayanan PT PLN di banyak daerah melorot karena krisis daya. Tuntutan masyarakat untuk mendapatkan aliran listrik yang stabil, malah dijawab dengan kenaikan tarif,” kata Tulus Abadi melalui siaran pers diterima di Jakarta, Selasa (8/12).
Tulus menilai menaikkan tarif listrik karena inflasi merupakan alasan yang tidak tepat.
Pasalnya, kenaikan tarif listrik justru akan memicu inflasi yang lebih tinggi sehingga akan seperti lingkaran setan yang tidak pernah tuntas.
Alasan kerugian yang dialami PT PLN, yang disebutkan Rp300 miliar per bulan bila tarif tidak dinaikkan juga masih meragukan karena belum diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Tarif otomatis yang diberlakukan sejak 1 Desember 2015 adalah tarif yang sangat liberalistik karena menjadikan pasar sebagai argumen utama. Model tarif seperti ini bisa dikatakan inkonstitusional karena menghilangkan peran negara,” tuturnya.
Tulus mengatakan tarif otomatis juga tidak adil, khususnya bagi rumah tangga pengguna daya 1.300 VA yang sebenarnya tidak mampu dan jumlahnya mencapai 600 ribu pelanggan.
“Dulu PT PLN dan pemerintah pernah memaksa konsumen memasang daya 1.300 VA, padahal konsumen hanya mau dan mampu 450 VA hingga 900 VA,” katanya.
Tulus meminta rakyat Indonesia waspada dengan formula tarif otomatis tersebut karena dia menilai hal itu merupakan batu loncatan untuk melakukan privatisasi terhadap PT PLN.
“PT PLN bisa saja dijual pada pihak asing setelah semua tarif diberlakukan otomatis,” tudingnya.
Karena itu, Tulus menyarankan kepada PT PLN dan pemerintah untuk menerapkan tarif progresif untuk semua golongan, termasuk pada rumah tangga miskin.
Dia menyebutkan Afrika Selatan yang menggratiskan warga miskin untuk 30 KWH pertama.
PT PLN dan pemerintah juga harus meninjau ulang pelanggan 1.300 VA. Bagi yang mampu, silakan tetap menjadi pelanggan 1.300 VA, yang tidak mampu diturunkan menjadi pelanggan 900 VA.
“Selain itu, batalkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2015 yang menjadi dasar tarif otomatis,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan