Karyawan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) mengerjakan proyek Light Rail Transit (LRT) Cibubur - Cawang di Kawasan Halim, Jakarta Selatan, Sabtu (22/10). ADHI berupaya mengebut pengerjaan proyek infrastruktur meskipun kontrak belum ditandatangani. Pihaknya akan menggunakan dana penyertaan modal negara (PMN) yang telah didapat tahun lalu. kontrak dari Kementerian Perhubungan bisa terealisasi paling cepat November 2016. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – PT Penjaminan lnfrastrukur Indonesia (Persero) sebagai BUMN penjamin proyek infrastruktur mengaku, sejauh ini pembiayaan dari PII masih tergantung dari Penyertaan Modal Negara (PMN).

Untuk itu, kendati tugas utamanya penjaminan, perseroan tetap ditugaskan untuk mencari untung untuk bisa menyetor dividen ke kas negara.

“Untuk tahun 2016 ini, kami dapat PMN sebesar Rp1 triliun, sedang untuk tahun depan juga sama Rp1 triliun. Sebelumnya, kami sudah menerima PMN sebanyak Rp6 triliun,” tutur Direktur Utama PII, Sinthya Roesly di Jakarta, Selasa (25/10).

Dari total PMN Rp6 triliun itu, perseroan sudah mendapat return of earning sebesar Rp1,6 triliun. Sehingga sampai akhir tahun 2017, total PMN yang diterima perseroan mencapai Rp8 triliun.

“Kami sudah pupuk kekayaan kita saat ini ada Rp1,6 triliun, sehingga sampai akhir 2017 struktur keuangan kami perkurakan capai Rp9 triliiun. Jadi untuk penjaminan infrastruktur semakin kuat,” jelas dia.

Menurut Sinthya, PII itu memang sesuai amanah dari UU tugasnya untuk menjamin proyek infrastruktur. “Jadi proyek itu mau untung atau rugi, kita tetap jaminkan selama itu tugas dari pemerintah. Sehingga kita mengeluarkan cost dan memitigasi risikonya,” jelas dia.

Namun demikian, karena pihaknya sebagai perseroan dan BUMN, tetap pihaknya diminta untuk mencari untung. “Iya karena kita PT, maka kita juga dituntut cari untung. Tapi untung kita bukan dari penjaminan. Tapi dari lainnya,” jelas dia.

Untung yang dimaksud, kata dia, dari dana yang didikelola ditempatkan lagi di instrumen lain, sehingga perseroan bisa mendapat untung.

“Dari pengelolaan dana, kita setiap tahunnya mendapat Rp500-Rp600 miliar. Istilahnya, kita tidak ngapa-ngapain saja kita bisa untung,” ujar dia.

Dengan PMN yang besar itu, kata dia, perseroan ingin memberi keyakinan ke pasar bahwa PII memang memiliki dana yang besar.

“Jadi kita ada kemampuan keuangan untuk memastikan bahwa kalau ada sesuatu punya kemampuan untuk membayar claim, ada beberapa project secara umum PMN-nya dialokasikan untuk itu,” tegasnya.

Selama ini, kata dia, PII menjalankan mandat sebagai pelaksana tunggal penyedia Penjaminan Pemerintah dalam skema Kerja sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU). Sejauh ini, pihaknya telah menjamin sembilan proyek infrastruktur yaitu empat Proyek Tol (Batang-Semarang, Balikpapan-Samarinda, Pandaan-Malang dan Manado-Bitung).

Kemudian, PLTU Batang, SPAM Umbulan dan seluruh paket Proyek Palapa Ring yaitu barat, tengah dan timur dengan total keseluruhan investasi sekitar Rp 81 triliun.

Hal ini, kata dia, menunjukkan bahwa pemerintah dapat mewujudkan penyediaan infrastruktur dengan tidak hanya mengandalkan anggaran pemerintah yang terbatas.

“Namun total bisa memfasilitasi partisipasi swasta dengan menyediakan dukungan kontinjen berupa penjaminan risiko infrastruktur,” tegas Sinthya.

Selain itu, PII juga saat ini telah dapat memberikan penjaminan pemerintah untuk sektor publik yang secara finansial kurang menguntungkan. Tapi sangat dibutuhkan oleh masyarakat misalnya sektor pendidikan, lembaga pemasyarakatan dan persampahan.

“Ini mengacu kepada Perpres No 38 Tahun 2015 yang memuat 19 sektor infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial yang dapat dikerjasamakan dengan swasta dan dapat diberikan penjaminan,” pungkas dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan