Jakarta, Aktual.com – Kelonggaran aturan terbang di era normal baru, yakni tingkat keterisian ditambah menjadi 70 persen dari kapasitas maksimal dinilai memberikan ruang bagi maskapai untuk bergerak, setelah terpuruk karena pandemi COVID-19 dan menghindari potensi kenaikan harga tiket.
“Saya menyambut baik dengan adanya tingkat keterisian 70 persen itu, setidaknya maskapai ada ruang untuk ‘bernapas’ dan tidak perlu menaikkan harga tiket,” kata Analis Kebijakan dan Komunikasi Industri Penerbangan Kleopas Danang Bintoroyakti, kepada Antara di Jakarta, Rabu.
Danang menjelaskan “break even load factor” (BLF) maskapai ada di 70 persen, sehingga ketika dibatasi hanya 50 persen, margin keuntungan semakin menipis.
Sementara itu, ia menyebutkan rata-rata margin keuntungan maskapai di Asia Pasifik itu antara dua hingga tiga persen.
“Pandemi COVID-19, pasti pengaruh ke ’supply and demand’ (ketersediaan dan permintaan). Akan sangat memberatkan kalau maskapai tidak menaikkan harga, namun kalau harga tiket naik apakah orang akan tetap mau terbang,” kata alumni ICAO Young Aviation Professional 2017 itu.
Di sisi lain, menurut Danang, dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan, transportasi udara perannya sangat vital dalam berkontribusi ke perekonomian nasional.
“Peran industri penerbangan di sini sangat ‘imperative’ (penting),” ujarnya.
Karena itu, kelonggaran aturan penerbangan yang baru diterbitkan Kemenhub dinilai solutif, terutama bagi penerbangan berbiaya hemat (LCC).
Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan pada tanggal 8 Juni 2020 dan Surat Edaran.
Selain itu, untuk mekanisme prosedurnya Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub juga mengeluarkan Surat Edaran Nomor : 13 Tahun 2020 tentang Operasional Transportasi Udara dalam Masa Kegiatan Masyarakat Produktif dan Aman dari Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Danang menilai aturan tersebut juga sejalan dengan aturan internasional yang diterbitkan oleh Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA).
“Jadi, yang paling penting itu bagaimana orang tidak takut terbang. IATA bilang menyarankan untuk ‘self-protection’ (perlindungan diri) bukan memangkas kapasitas jadi 50 persen itu mereka gak support. LCC itu hanya jual tiket, mereka andalkan ‘ancillary revenue’ (pendapatan tambahan),” katanya.(Antara)
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Warto'i