Presiden Joko Widodo (kiri) berdiskusi dengan Wapres Jusuf Kalla (kanan) saat memimpin acara peresmian penutupan Musyawarah Rencana Pengembangan Nasional (Musrenbangnas) Tahun 2016 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (11/5). Presiden mengingatkan kepada Kepala Daerah agar fokus dalam perencanaan dan pelaksanaan program kerja, cermat dalam pengelolaan APBN dan APBD, peningkatan mutu potensi daerah, diferensiasi pengembangan daerah agar berdampak nyata bagi masyarakat dari tingkat bawah hingga tingkat nasional. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/foc/16.

Jakarta, Aktual.com — Bergabungnya Partai Golkar sebagai partai pendukung pemerintah Jokowi-JK mengubah kekuatan peta politik di Istana. Dimana, partai beringin yang dipimpin Setya Novanto akan menjaga kekuatan Presiden ketimbang Wakil Presiden (Wapres).

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yudha dalam acara diskusi, di Kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (21/5).

Justru, sambung dia, masuknya gerbong Setya Novanto ini juga akan membuat posisi Menko Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Luhut Binsar Panjaitan semakin kuat.

“Masuknya Golkar dalam pemerintah pasti akan mengubah peta kekuatan di Istana. Pak JK semakin lemah dan Pak Luhut semakin kuat,” sebut dia.

Ia pun mengulang kisah bagaimana posisi JK berbeda jauh saat menjadi wakil presiden tahun 2004 – 2009 bersama Presiden SBY. Saat itu, JK justru menjadi Ketua Umum Partai Golkar dan sebagai pemenang pemilu legislatif (pileg) 2014.

“Tahun 2004. Pak JK sangat kuat sekali karena memimpin Partai Golkar. Tapi sekarang tidak lagi,” ujar dia.

Kendati demikian, kata dia, menjadi real hari ini, merapatnya Partai Golkar ke pemerintah mengubah peta kekuatan di koalisi‎ pendukung pemerintah.

Mengingat Golkar memiliki kursi signifikan di DPR RI, kedua terbanyak setelah PDI Perjuangan (PDI-P).

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Novrizal Sikumbang
Editor: Nebby