Jayapura, Aktual.com – Lembaga Musawarah Adat Suku Amungme (Lemasa) yang memiliki hak ulayat di areal operasi PT Freeport Indonesia berharap konflik terkait izin pertambangan perusahaan Amerika Serikat itu tidak berkepanjangan, karena akan berdampak buruk bagi masyarakat sekitar.
“Kami ingin kontrak karya tetap berjalan hingga 2021, setelah itu di pembahasan kontrak selanjutnya, kepentingan kami harus diakomodir. pemerintah harus bisa menghargai hal tersebut supaya tidak berakhir di arbitrase,” ujar Direktur Lemasa Timika Odizeus Beanal, di Jayapura, Jumat (24/2).
Ia menekankan selama Freeport beroperasi di Timika, Kabupaten Mimika, para pemilik hak ulayat tidak mengetahui secara jelas apa yang menjadi hak mereka, sehingga diharapkan pada perjanjian yang baru nanti, semuanya bisa transparan.
“Selama ini kami juga tidak tahu isi dari kontrak karya seperti apa, tetapi pemerintah saja tidak berdaya, apa lagi kami pemilik hak ulayat. Sehingga kalau niat pemerintah untuk merubah perjanjian, kami sangat mendukung asal kami diberi porsi yang jelas, termasuk untuk pemerintah daerah,” katanya.
Odizeus menyatakan jika konflik antara pemerintah dengan Freeport berkepanjangan, maka masyarakat yang akan merasakan dampak langsungnya.
Oleh karena itu, diharapkan kedua belah pihak bisa menemukan solusi terbaik yang saling menguntungkan.
“Prinsipnya kami tidak mau karena kepentingan pemerintah dan perusahaan, akhirnya kami yang jadi korban,” ujarnya lagi.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: