Jakarta, Aktual.com – Komunitas masyarakat sipil mengkritik rencana investasi China dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara di kawasan Jawa-Bali.

“Hampir semua pembangunan PLTU batubara baru di Jawa-Bali telah mengalami penolakan yang besar dari masyarakat setempat karena dampak pencemaran udara dan air yang tidak dapat terhindarkan,” kata Ketua Bidang Jaringan dan Kampanye Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Arip Yogiawan, dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Senin (7/5).

Kritik tersebut berdasarkan atas rencana pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri China Li Keqiang yang berlangsung pada tanggal 6-7 Mei 2018.

Sejumlah organisasi masyarakat sipil menyampaikan surat keberatan akan pokok pembahasan yang direncanakan pada pertemuan bilateral tersebut, di mana China menjanjikan investasi besar untuk pembangunan PLTU Batubara.

“Salah satu investasi China yang sedang digugat secara hukum oleh masyarakat terdampak adalah ekspansi PLTU Celukan Bawang di Bali yang memiliki potensi menghasilkan pencemaran air dan udara yang mengancam keasrian Bali Utara dan merusak potensi pariwisatanya,” katanya.

Ia menyebutkan bahwa Menteri Koordinator Kemaritiman dan Energi Luhut Binsar Panjaitan beberapa minggu lalu saat melakukan kunjungan ke China telah menyepakati joint venture pengembangan pembangkit listrik di Bali senilai 1,6 miliar dollar AS.

Menurutnya hal ini mengundang banyak pertanyaan. “Apabila yang dimaksud adalah ekspansi PLTU Celukan Bawang, maka kami bisa tegaskan ini adalah proyek yang bermasalah. Selain tidak tercantum dalam RUPTL 2018-2027, proyek ini juga sedang mengalami gugatan hukum,” jelas Yogi.

“Penambahan pembangkit ini akan memperparah pencemaran yang sudah kami rasakan. Rasanya tidak bijak bagi pemerintah China untuk terus terlibat dalam suatu proyek yang tidak diinginkan oleh warga sekitar,” ujar Ketut Mangku Wijana, perwakilan masyarakat terdampak dan salah satu penggugat dalam gugatan administratif yang sedang berlangsung sejak Januari 2018.

Surat keberatan yang ditanda tangani sebanyak enam organisasi masyarakat sipil nasional dan dua organisasi masyarakat tapak di Bali telah disampaikan pada hari Rabu kemarin tanggal, 2 Mei 2018, melalui kantor Kedutaan China di Jakarta.

Surat yang sama juga dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo melalui Seketariat Negara, dengan harapan agar kerjasama bilateral yang terjadi harus dipastikan berada dalam kerangka pembangunan rendah karbon.

Hal ini dinilainya ironi mengingat China sendiri telah menerapkan kebijakan dalam negeri untuk mengurangi penggunaan batubara karena polusi udara yang sangat buruk, seharusnya kebijakan ini selaras dengan penerapan investasi asingnya, baik yang dilakukan oleh perusahaan, institusi pendanaan ataupun bank-bank China.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: