Kemudian, Fandi mengatakan Bupati Morotai juga mempekerjakan pegawai yang namanya kerja paruh waktu alias lembur. Menurutnya, disini tupoksi sudah tumpang tindih karena pegawai didorong (push) untuk turun ke desa-desa pada hari Jumat sampai hari Minggu guna melakukan pendataan.
“Itu kerja diparuh waktu tapi tidak dihitung lembur. Bagi PNS yang tidak melakukan pendataan secara maksimal dan total, maka dinas itu diberikan punishment atau sanksi,” jelas dia.
Selanjutnya, kata Fandi, ada sekitar 10 dinas SKPD yang diberikan punishment dengan alasan tidak masuk akal. Anehnya, tunjangan kinerja daerah (TKD) di luar gaji yang dipangkas tapi tanpa ada alasan sehingga tidak tahu dikemanakan uangnya.
Selain itu, Fandi mengatakan Bupati Morotai melakukan mutasi besar-besaran dimana satu dinas pegawainya dimutasi semuanya. Ceritanya, istri Bupati Morotai memiliki investasi dari sisi ekonomi untuk bikin festival makan ikan di Kabupaten Morotai.
Nah, kata Fandi, festival makan ikan itu terjadi miskomunikasi antara protokoler kehumasan dengan tamu undangan Forkompimda. Karena terjadi miskomunikasi itu, efeknya adalah marahnya seorang istri Bupati terhadap pegawai yang berimplikasi pada mutasi besar-besaran yang memang di desa terpencil Kabupaten Morotai.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid