Jakarta, Aktual.co —Rencana Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk mempekerjakan anggota TNI/Polri sebagai petugas Satpol PP menuai komentar miring dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Wakil Koordinator Chrisbiantoro berpendapat Ahok berbahaya dengan berkeinginan libatkan TNI/ Polri sebagai pegawai honorarium Pemprov DKI. Sebab, ujar dia, prajurit TNI tidak dilatih untuk menangani ketertiban sipil seperti di tugas Satpol PP.
“KontraS jelas tidak setuju dengan ide Ahok yang ngawur seperti itu. Karena tidak bisa menarik TNI masuk di wilayah yang bukan tugas dia sebagai alat pertahanan negara,” ujar dia, saat dihubungi Aktual.co, Sabtu (18/4).
Lagipula, Chris khawatir kehadiran TNI untuk menangani persoalan sipil di Ibu Kota justru malah bisa menimbulkan ketakutan bagi masyarakat. “Ya itu tadi, karena tentara tidak dilatih untuk menangani ketertiban sipil, bisa-bisa nanti malah rawan terjadi tindak kekerasan saat penertiban pedagang kaki lima misalnya. Dimana cara represif mungkin saja terjadi,” ucap dia.
Kendati demikian, Chris berpendapat, untuk melibatkan polisi masih dimungkinkan. Mengingat tugas polisi adalah juga untuk mencipta ketertiban sipil. Kalau TNI dilibatkan Ahok hanya untuk memberi masukan saja, Chris juga berpendapat itu tak masalah.
Kemarin, Ahok melontarkan rencana bakal pakai anggota TNI/ Polri untuk ‘dipekerjakan’ jadi pegawai honorarium di Pemprov DKI sebagai Satpol PP dan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI. Alasan dia, saat ini banyak honorer untuk Satpol PP dan Dishub yang kerjanya dianggap tidak jelas. “Jadi kenapa nggak manfaatkan TNI-Polri saja?” ujar Ahok enteng, di Balai Kota DKI.
Alasan lainnya, Ahok beranggapan dalam kondisi tidak perang saat ini, kerja TNI/ Polri tidak terlalu banyak, hanya latihan saja. “Kenapa kita tidak kasih dia (honor) harian, jadi dia lebih disiplin. Nggak usah jauh-jauh, tadi saya ke Kopassus saja WC-nya saja semua wangi, rumputnya bagus, coba WC kita, bau kan bukan cuma kotor gitu loh,” ungkapnya.
Ahok beralasan, anggaran DKI untuk membayar pekerja outsourching pekerja honorarium saat ini sangat besar. Namun tak berbanding lurus dengan kinerja mereka selama ini.
Dia mencontohkan, jika anggota TNI-Polri per orang dibayar sebesar Rp250.000/ hari. Maka total anggaran yang dikeluarkan selama 20 hari kerja sebesar Rp5 juta. “Kalau PNS DKI kerja digaji Rp13 juta yang paling rendah Rp 9 juta, Sabtu- Minggu juga nggak kerja. Kalau TNI-Polri kerja ‘full’ saja 30 hari bisa Rp 7,5 juta. Daripada jadi oknum jaga-jaga bar, cafe keamanan belum tentu dibayar segitu mahal, bisa Rp4-5 juta, lebih baik kita ada penghematan. Nah idenya itu,” ucap dia.
Artikel ini ditulis oleh:

















