Ramadhan Pohan bertemu seorang ibu dan bayi yang masih berumur 4 hari korban banjir di Medan Polonia
Ramadhan Pohan bertemu seorang ibu dan bayi yang masih berumur 4 hari korban banjir di Medan Polonia

Medan, Aktual.com — Hujan yang mengguyur Kota Medan dari Selasa (24/11) pukul 21.00 hingga dini hari Rabu (25/11) mengakibatkan beberapa ruas jalan protokol dan rumah warga di Kota Medan tergenang air yang diperkirakan hingga ketinggian 50 cm.

Kejadian itu menjadikan tugas serius yang harus dikerjakan Wali Kota Medan yang bakal dipilih masyarakat pada 9 Desember 2015 mendatang.

Ramadhan Pohan adalah calon kuat yang memiliki konsep penataan kota mengatasi banjir. Menurut calon Wali Kota Medan dengan nomor urut 2 ini, konsep dasarnya ada dua yakni dari diri sendiri dan dari pemerintah kota. Untuk pemerintah kota, Ramadhan menyajikan solusi salah satunya mengorek kembali dua sungai yakni Sungai Deli dan Sungai Babura.

“Kebanyakan kejadian banjir berlaku kerana kecetekan (kedangkalan) sungai. Jika dahulu sungai mampu mengalirkan sejumlah air yang banyak dalam sesuatu masa, kini pengaliran telah berkurangan,” ujar Ramadhan seusai mengunjungi rumah warga di kelurahan Starban Kecamatan Medan Polonia, Rabu (25/11).

Menurut ia, hal ini disebabkan proses pemendapan dan pembuangan bahan-bahan buangan. Langkah untuk menangani masalah ini ialah dengan menjalankan proses pendalaman sungai dengan mengorek semua lumpur dan kekotoran yang terdapat di sungai.

Apabila proses ini dilakukan, sungai bukan saja menjadi dalam tetapi mampu mengalirkan jumlah air hujan dengan banyak,” katanya.

Selain itu, sambungnya, saluran parit harus juga diperhatikan. Menurutnya parit-parit yang memiliki endapan berakibat terjadinya pendangkalan aliran air.

“Parit-parit yang telah cetek akibat pendangkalan yg disebabkan endapan daripada bahan-bahan kumuhan hendaklah sentiasa dibersihkan. Dengan ini air limpahan dan hujan dapat dialirkan dengan baik,” terang pria yang selama 20 tahun menjadi wartawan yang bertugas di luar negeri, salah satunya di Kota Washington DC itu.

Tak hanya itu, pria yang juga mantan Ketua Komisi I DPR RI periode 2009-2014 itu juga mengajak para masyarakat memelihara dan menjaga pohon.

“Hutan boleh berfungsi sebagai bunga karang (sponge) dengan menyerap air hujan dan mengalir dengan perlahan-lahan ke anak-anak sungai. Ia juga bertindak sebagai penapis dalam menentukan kebersihan dan kejernihan air. Hutan mampu menyerap air hujan pada kadar 20%. Kemudian air hujan ini dibebaskan kembali ke atmosfera melalui sejatan pemeluwapan. Hanya dengan ini saja pengurangan air hujan dapat dilakukan,” tukasnya.

Terdapat dua pola yang dipakai untuk menahan air hujan, sambungnya. Yang pertama adalah pola detensi (menampung air sementara), yaitu menampung dan menahan air limpasan  permukaan sementara untuk kemudian mengalirkannya ke badan air misalnya dengan membuat kolam penampungan sementara untuk menjaga keseimbangan tata air.

Dan yang kedua adalah pola retensi (meresapkan), yaitu menampung dan menahan air limpasan permukaan sementara sembari memberikan kesempatan air tersebut untuk dapat meresap ke dalam tanah secara alami antara lain dengan membuat bidang resapan (lahan resapan) untuk menunjang kegiatan konservasi air.

“Pengembangan permukiman di perkotaan yang demikian pesatnya justru makin mengurangi daerah resapan air hujan karena luas daerah yang ditutupi oleh perkerasan semakin meningkat dan waktu berkumpulnya air (time of concentration) pun menjadi jauh lebih pendek sehingga pada akhirnya akumulasi air hujan yang terkumpul melampaui kapasitas drainase yang ada,” katanya.

Dikatakan, banyak kawasan rendah yang semula berfungsi sebagai tempat parkir air (retarding pond) dan bantaran sungai kini menjadi tempat hunian. Kondisi ini akhirnya akan meningkatkan volume air permukaan yang masuk ke saluran drainase dan sungai.

Hal ini dapat dilihat dari air yang meluap dari saluran drainase, baik di perkotaan maupun di permukiman, yang menimbulkan genangan air atau bahkan banjir. Hal itu terjadi karena selama ini drainase difungsikan untuk mengalirkan air hujan yang berupa limpasan (run-off) secepat-cepatnya ke penerima air/badan air terdekat.

Untuk mengatasi permasalahan infrastruktur tersebut diperlukan sistem drainase yang berwawasan lingkungan dengan prinsip dasar mengendalikan kelebihan air permukaan sehingga dapat dialirkan secara terkendali dan lebih banyak memiliki kesempatan untuk meresap ke dalam tanah.

Itu dimaksudkan agar konservasi air tanah dapat berlangsung dengan baik dan dimensi struktur bangunan sarana drainase dapat lebih efisien.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan