Denpasar, (20/4) Aktual.com – Sejatinya, sorotan media asing untuk Bali bukanlah hal yang berlebihan, karena Pulau Dewata memang bukan hanya “milik” Indonesia, namun “secuil surga di dunia” itu merupakan kawasan wisata dunia.

Bahkan, fakta secuil apapun tentang Bali akan selalu menjadi sorotan media global, karena itu Pulau Dewata harus selalu responsif terhadap perhatian dunia kepadanya dengan tanggapan yang korektif secara positif.

Sorotan paling akhir terhadap fenomena yang terjadi di Pulau Seribu Dewa itu dilakukan Kantor Berita Asia Times melalui pemberitaan berjudul “Bali’s Mysterious Immunity to Covid-19” yang diterbitkan pada Selasa (14/4/2020).

Dalam pemberitaan tentang jumlah kasus dan korban meninggal akibat Virus Corona baru atau COVID-19 di Bali yang terhitung sedikit dibandingkan dengan wilayah lain itu, Kantor Berita itu mencantumkan kesaksian salah satu warga Bali.

“Saya juga merasa bingung, karena itu tidak masuk akal,” kata Rio Helmi seorang blogger di sekitar kota pegunungan Ubud tentang kasus COVID-19 di Indonesia yang pertama diduga berasal dari orang Jepang yang tinggal di Malaysia, sedangkan kawasan wisata seperti Bali itu cukup tinggi persinggungannya dengan Warga Negara Asing (WNA).

Asia Times merujuk sumber-sumber diplomatik bahwa masih ada 5.000 warga Australia di Bali, banyak penduduk yang memiliki bisnis atau hidup dalam masa pensiun. “Itu adalah blok terbesar orang asing, tetapi ada juga ribuan lain di pulau wisata legendaris itu,” tulis Asia Times.

Akhirnya, minimnya kasus COVID-19 di Bali itu pun disebut fenomena “kekebalan yang misterius”. Sorotan itu pun ditambahi dengan kutipan data dari laman Covid19.go.id sampai hari Kamis (16/4/2020).

Data itu mencatat Pulau Dewata memiliki total 113 kasus dengan dua korban meninggal dunia dan 32 pasien dinyatakan sembuh. Angkat tersebut sangat jauh bila dibandingkan dengan keseluruhan data untuk Indonesia yang tercatat mencapai 5.516 kasus positif dan 496 orang meninggal dunia.

Asia Times juga mencatat tidak ada kabar rumah sakit meluap, peningkatan tajam dalam kremasi atau bukti anekdotal lainnya, padahal ada ribuan warga asing di antaranya, bahkan di Desa Pererenan yang sempat viral dengan kasus pesta oleh WNA secara diam-diam di tengah pandemi, juga belum ada kasus COVID-19 di desa wisata dan olahraga air itu.

Padahal, Asia Times mencatat jumlah wisatawan yang datang ke Bali dan berasal dari China meningkat tiga persen selama Januari 2020, sedangkan pada bulan tersebut terjadi ledakan kasus COVID-19 di Wuhan, China, bahkan mereka masih tiba sampai 5 Februari 2020.

Agaknya pandangan seorang warga Bali yang dirangkum dengan “mozaik” data dari berbagai sumber yang dilakukan kantor berita berbahasa Inggris dengan basis di Hong Kong itu agaknya menarik itu didekatkan dengan sejumlah fakta juga, agar tidak menjadi hyper reality atau realitas yang dilebih-lebihkan.

Diakui atau tidak, sejumlah WNA atau turis mancanegara masih berada di Bali, namun pemandangan yang ada justru kawasan Kuta yang biasanya banyak “dihuni” WNA tampak sepi sejak awal Maret 2020.

“Situasi di Kuta sekarang sangat sepi, karena banyak hotel, restoran, dan swalayan yang tutup, apalagi kawasan pantai juga ditutup,” kata warga Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Haris, saat ditemui di kawasan Pantai Kuta, Kabupaten Badung, Bali (12/4/2020).

Meski sepi, ia mengaku masih melihat 2-3 turis yang berjalan kaki di sepanjang jalan di dekat kawasan Pantai Kuta. “Kalau sebelumnya sih banyak turis, tapi 2-3 turis masih ada. Anehnya, mereka jalan kaki tanpa masker, padahal orang asing biasanya lebih disiplin terkait kesehatan. Saya sudah pernah mengingatkan seorang turis, tapi dia tetap asyik berjalan terus,” katanya.

Bahkan, suasana Pulau Bali yang lengang itu terjadi sejak pemerintah menerapkan social distancing (jaga jarak dari aktivitas sosial) untuk mencegah penyebaran  COVID-19 pada 16 Maret 2020, meski aktivitas masyarakat Pulau Dewata masih terlihat “hidup” seperti biasanya.

“Kawasan ini biasanya macet, bahkan kendaraan hanya berjalan satu meter, berhenti, lalu jalan lagi, dan berhenti lagi, saking macetnya, tapi sekarang hanya ada 2-3 kendaraan yang melintas, jadi longgar,” kata Indra, warga yang melintasi Jl Imam Bonjol, Denpasar (19/3/2020).

Tidak hanya itu ia mengaku saat berbelanja di pusat oleh-oleh di kawasan Kuta, Kabupaten Badung, pun tidak terlalu padat pengunjungnya. “Masuk area pusat oleh-oleh sini biasanya antre dan di dalam juga berjubel, tapi sekarang tidak banyak pembelinya,” katanya.

Jumlah Pasien

Logikanya, Bali sebagai kawasan pariwisata seharusnya memiliki jumlah pasien yang terpapar lebih banyak, namun ada beberapa langkah menarik yang dilakukan Pemprov Bali yang menyebabkan tidak banyak paparan COVID-19 di kawasan wisata dunia itu.

Di tengah kekurangan dalam kesiapsiagaan wilayah, Bali masih mampu menghambat laju COVID-19 di pintu masuk bandara dengan memulangkan ratusan orang yang datang ke Bali, tapi berasal dari negara-negara yang terpapar COVID-19, meski pengunjung yang bersangkutan tergolong sehat saat tiba.

Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali mencatat ada 117 warga asing yang ditolak masuk ke Bali sejak 5 Februari sampai 17 Maret sesuai Permenkumham Nomor 7 Tahun 2020.

“Penolakan ini dilakukan karena mereka memiliki riwayat perjalanan ke negara terpapar COVID-19, di antaranya Rusia, Amerika Serikat, dan Ukraina,” kata Kakanwil Kemenkumham Bali, Sutrisno, di Denpasar (19/3/2020).

Selain ketat di pintu masuk, Pemprov Bali melalui Satgas Penanggulangan COVID-19 Provinsi Bali juga melakukan kolaborasi dengan kalangan perhotelan untuk mengecek tamu yang masuk, dan juga meminta warga Bali yang bekerja di kapal pesiar atau menjadi TKI untuk memeriksakan diri pada rumah sakit rujukan, serta menyiapkan tempat karantina hingga tingkat desa dan melaksanakan rapid test.

Bahkan, Pemprov Bali juga menempuh satu langkah penuh risiko ketika Ketua Satgas Penanggulangan COVID-19 Provinsi Bali Dewa Made Indra mengumumkan ada dua pasien positif COVID-19 di Pulau Dewata merupakan warga asal Bali dalam live streaming pada 23 Maret 2020.

“Ini penting saya informasikan kepada masyarakat, artinya bahwa masyarakat Bali saat ini sudah ada yang terinfeksi positif dua orang. Dengan demikian, COVID-19 sudah ada di Bali, sudah ada di sekitar kita,” kata Dewa Indra yang juga Sekda Bali itu.

Ia merinci satu warga Bali yang positif COVID-19 diketahui terjangkit setelah pulang dari Italia, sedangkan satu warga Bali lainnya setelah melaksanakan tugas dinas luar daerah di DKI Jakarta. Bahkan, kini jumlah warga Bali yang terpapar sudah bertambah. “COVID-19 sudah ada di sekitar kita,” ucapnya.

Tidak tanggung-tanggung, langkah penuh risiko yang ditempuh Pemprov Bali bersama Pemkab/Pemkot se-Bali adalah menutup puluhan objek pariwisata, bahkan objek yang tergolong ikon pariwisata di Pulau Seribu Pura itu pun ditutup sementara sejak pertengahan Maret 2020 dan entah sampai kapan.

Objek wisata yang pertama ditutup adalah Desa Wisata Penglipuran (Bangli) pada 18 Maret 2020, lalu berlanjut ke Pura Tanah Lot (Tabanan), Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK/Badung), Pulau Nusa Penida (Klungkung), Pura Ulundanu (Tabanan), Jatiluwih (Tabanan), Taman Nusa (Gianyar), Pantai Pendawa (Badung), Bali Zoo (Gianyar), Pantai Lovina (Buleleng), dan lainnya.

Sebagian memang ditutup sementara hingga 31 Maret 2020, namun hal itu juga sangat kondisional. “Penutupan (Tanah Lot) ini bersifat sementara sebagai antisipasi meminimalkan penyebaran COVID-19 di ruang publik,” kata Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti dalam konferensi jarak jauh dengan Satgas COVID-19 setempat (23/3/2020).

Bupati Tabanan menyebut objek wisata di wilayahnya yang ditutup sementara, di antaranya Tanah Lot, Danau Pura Ulundanu Beratan, dan Jatiluwih. “Itu juga berlaku bagi objek wisata lainnya, termasuk rumah makan dan sejenisnya yang berpotensi menimbulkan keramaian,” katanya.

Hal yang sama juga disampaikan Pengelola Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK) yang terletak di Ungasan, Kabupaten Badung. “Awalnya, kami berencana melakukan penutupan secara bertahap seperti penghentian pementasan seni budaya terlebih dahulu. Namun, keputusan dari manajemen justru ditutup total sesuai instruksi yang kami terima dari pemerintah,” ujar Manager Marcomm GWK Cultural Park, Oktaviano Pratomo (21/3/2020).

Tidak hanya itu, Pemkab Buleleng bahkan menutup 30 dari 86 objek wisata atau daerah tujuan wisata (DTW) di wilayahnya, sesuai Surat Edaran (SE) Gubernur Bali maupun SE Bupati Buleleng yang mengimbau DTW yang ada untuk menutup kegiatannya terkait COVID-19.

“Dari 30 DTW tersebut, ada DTW yang sudah besar dan menjadi ikon di Kabupaten Buleleng, termasuk yang kunjungannya besar saat hari-hari biasa atau hari libur, seperti Pantai Lovina yang merupakan wilayah lepas pantai,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng, Made Sudama Diana (23/3/2020).

Langkah itu juga diikuti sejumlah objek wisata yang dikelola swasta, seperti Bali Zoo. “Penutupan sementara itu merupakan bentuk tanggung jawab dan komitmen Bali Zoo dalam menjaga kesehatan dan keselamatan pengunjung, karyawan dan juga satwa,” ujar Public Relations Bali Zoo, Emma Chandra (21/3/2020).

Tentu, langkah berisiko (penutupan) untuk kawasan wisata itu bukan tanpa alasan, karena dihadapkan pada pilihan yang paling sulit yakni antara tutup atau mati (nyawa).

 

Antara

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin