Jakarta, Aktual.co — Perindo telah berdiri sebagai partai politik. Daya tarik terkuat dari Partai Persatuan Indonesia atau Perindo ini ialah pengaruh Hary Tanoe Soedibyo sebagai taipan MNC group. Sebagai partai baru, Perindo termasuk kilat dalam melakukan deklarasi. Yaitu tidak sampai genap setahun setelah pemilu, tepatnya pada tanggal 7 Februari 2015 lalu. Deklarasi ini jelas mengindikasikan bahwa Perindo telah mantap sejak awal dalam menatap pemilu 2019.
Semantap apa Perindo dalam menyongsong pemilu, khususnya Pilpres, bisa ditilik dari apa yang dilakukan tiga parpol terdahulu sebagai pembandingnya. Pertama, Partai Demokrat yang berdiri pada tahun 2001 baru dideklarasikan tahun 2002. Kedua, Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerindra berdiri pada tahun 2008 namun dideklarasikan tahun 2009. Berikutnya, yang ketiga adalah Partai Nasional Demokrat atau Nasdem yang berdiri dan dideklarasikan pada tahun 2011.
Terlihat, bahwa ketiga partai terdahulu itu rata-rata baru berdiri sekitar dua tahun menjelang pemilu.
Partai Demokrat tercatat mencalonkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Capres pada tahun 2004. Gerindra mencalonkan Prabowo Subianto Djojohadikusumo tahun 2009. Sedang Partai Nasdem semula akan mencalonkan Surya Paloh, namun akhirnya batal akibat tidak memenuhi Treshold capres pada tahun 2014.
Ditilik dari kesamaan proses kelahirannya, terlihat jelas ada fenomena pembentukan partai baru jelang pemilu yang lebih ditujukan sebagai kendaraan politik untuk pencapresan dari para pendirinya.
Tak dapat disangkal bahwa SBY adalah satu-satunya alasan mengapa Demokrat itu diadakan. Begitu pula Prabowo adalah satu-satunya alasan pembentukan Gerindra. Hal yang sebenarnya akan dilakukan juga oleh Surya Paloh dengan Partai Nasdemnya.
Sesungguhnya apa yang dilakukan oleh ketiga sosok tokoh itu konstitusional. Tetapi, mereka terkesan mengabaikan fungsi partai politik yang seharusnya bukan sekadar sebagai kendaraan politik bagi pendirinya untuk menuju puncak kekuasaan.
Bandul Diametral kebebasan Pers
Agak berbeda dengan Demokrat dan Gerindra, terlihat Nasdem sebagai partai memiliki modal unggul tersendiri. Nasdem memiliki daya tarik figure Surya Paloh sebagai pemilik Metro TV dan Harian Media Indonesia yang bernaung di bawah Media Group. Sebagai partai baru pada pemilu 2014, Nasdem pun tampil serupa bunga molek karena hubungan erat partai ini dengan media massa.
Berkat keunggulan modal khusus itu, bargaining politik pun cukup besar. Terutama saat proses lobi pembentukan koalisi. Nasdem bergabung dengan KIH (Koalisi Indonesia Hebat) sebagai kekuatan politik penyeimbang dari KMP (Koalisi ) yang telah diisi oleh Aburizal Bakrie dari Golkar yang juga pemilik TVOne Group dan Suara Karya, termasuk juga Hary Tanoe Soedibyo yang menguasai RCTI, Global Tv, dst.
Dalam sebuah diskusi politik semasa kampanye pemilu 2014, ada sebuah rekomendasi menarik dari seorang akademisi komunikasi politik UI yang menyarankan Prabowo agar melobi Chairul Tanjung, untuk menjaring pemilih pemula, dan pemilih pemula. Transcorp milik Chairul dinilai memiliki market share yang besar di kalangan muda dan kelas menengah.
Tak pelak lagi, posisi Surya Paloh, Aburizal Bakrie, Hary Tanoe Soedibyo, dan Chairul Tanjung itu menjadi sangat strategis. karena memiliki media massa . Maka kini dengan berdirinya Perindo, nyaris lengkap semua pemilik dari media massa mainstream yang berafiliasi dengan partai politik. Tersiar kabar pula bahwa SBY, mantan presiden yang juga Ketua Umum Partai Demokrat kini pun didapuk sebagai komisaris utama Transcorp milik Chairul Tanjung.
Keberadaan Partai Perindo dan posisi SBY sebagai komisaris Transcorp kijni telah melengkapi peta politik menuju pemilu 2019. Lengkap sudah bandul kondisi kebebasan pers telah bergeser diametral dengan kondisi pada masa orde baru. Ke depan, kita akan terbiasa dengan iklan politik yang memasarkan ‘jagoannya’ sendiri-sendiri pada media massa mainstream. Media massa Politika, media massa ada pada jemari pemiliknya.
Oleh: Fandy Hermanto, Tenaga Ahli DPR RI
16 Februari 2015
Artikel ini ditulis oleh: