Jakarta, aktual.com – Media Rusia, Sputnik, merilis laporan mengenai dugaan miliarder Yahudi George Soros berada di balik kerusuhan demo dalam beberapa hari terakhir di Indonesia. Laporan tersebut mengutip para analis geopolitik yang berfokus pada hubungan internasional.
Kericuhan yang terjadi di berbagai daerah telah menjadi sorotan media internasional. Salah satu laporan menyoroti insiden di Makassar, di mana kantor DPRD dibakar massa hingga menewaskan tiga orang.
Bentrokan antara pasukan polisi antihuru-hara dengan pengunjuk rasa tercatat pecah di sejumlah kota sejak Jumat pekan lalu, termasuk Medan, Solo, Yogyakarta, Magelang, Malang, Bengkulu, Pekanbaru, dan Manokwari di Papua.
Aksi protes yang berlangsung berhari-hari dimulai di Jakarta pada Senin pekan lalu, dipicu laporan bahwa 580 anggota DPR akan menerima tunjangan perumahan bulanan sebesar Rp50 juta di luar gaji mereka. Tunjangan tersebut, yang diperkenalkan tahun lalu, hampir sepuluh kali lipat dari upah minimum Jakarta.
Para pengkritik menilai tunjangan itu bukan hanya berlebihan, tetapi juga tidak peka di tengah melonjaknya biaya hidup, pajak, dan pengangguran. Gelombang protes makin meluas dan keras setelah meninggalnya Affan Kurniawan, pengemudi ojek online berusia 21 tahun.
Affan Kurniawan tewas setelah digilas mobil taktis Brigade Mobil (Brimob) Polri. Presiden Prabowo Subianto bersama sejumlah pejabat tinggi telah menyampaikan belasungkawa langsung kepada keluarga korban.
Sejumlah kedutaan asing, termasuk Amerika Serikat, Australia, dan beberapa negara Asia Tenggara, telah mengimbau warganya untuk menjauhi lokasi demonstrasi atau pertemuan publik besar.
Komnas HAM mencatat sekitar 950 orang ditangkap dalam aksi di Jakarta saja. Situasi ini bahkan membuat Presiden Prabowo Subianto membatalkan kunjungan ke China dan absen dari KTT SCO.
Angelo Giuliano, analis geopolitik, dalam wawancaranya dengan Sputnik, mencurigai munculnya simbol bendera bajak laut “One Piece” sebagai indikasi adanya pengaruh eksternal dalam protes nasional.
Meski demikian, ia mengakui demonstrasi ini tetap mencerminkan keluhan ekonomi yang nyata. Dalam anime Jepang “One Piece”, bajak laut mengibarkan bendera hitam dengan tengkorak bertopi jerami sebagai simbol perlawanan terhadap “tirani”. Sejak Juli lalu, simbol tersebut mulai muncul di sejumlah wilayah Indonesia.
Menurut Giuliano, ada dua kemungkinan aktor eksternal yang berperan. Pertama, National Endowment for Democracy (NED) yang disebutnya telah mendanai media Indonesia sejak 1990-an. Kedua, Open Society Foundations milik George Soros, yang aktif dengan lebih dari USD8 miliar di seluruh dunia dan mendukung kelompok seperti TIFA.
Giuliano menilai dugaan keterlibatan mereka menimbulkan pertanyaan mengenai agenda tersembunyi. “Selain itu, ini terkait dengan fokus Indo-Pasifik baru-baru ini di tengah ketegangan seperti konflik Kamboja-Thailand, yang mengisyaratkan motif geopolitik,” ujarnya.
“Ini persis seperti yang terjadi di Serbia. G7 menginginkan diktator lain yang didukung Amerika Serikat, seperti Soeharto di masa lalu,” imbuh Jeff J Brown, penulis The China Trilogy sekaligus pendiri Seek Truth From Facts Foundation, sebagaimana dikutip Sputnik, Senin (1/9/2025).
Menurut Brown, Presiden Prabowo Subianto tidak sejalan dengan agenda Barat karena tengah mempererat hubungan dengan China, Rusia, SCO, dan BRICS.
“Negara ini adalah negara Asia Tenggara pertama yang bergabung dengan BRICS dan telah secara terbuka bekerja sama dengan China dalam Belt and Road Initiative global China,” paparnya.
Selain itu, Indonesia disebut sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedelapan di dunia berdasarkan paritas daya beli (PPP), terbesar di ASEAN, dan penduduk keempat terbanyak dengan hampir 300 juta jiwa.
“Dari sudut pandang imperialisme Barat, semua ini menjadi sasaran empuk bagi Indonesia, target yang sangat layak untuk diserang dengan revolusi warna yang direkayasa Barat,” kata Brown.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















