Jakarta, Aktual.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dianggap terlalu lunak memberikan rekomendasi terhadap Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk temuan di Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terkait permasalahan pembelian lahan RS Sumber Waras.
Pendapat itu disampaikan Sugiyanto dalam laporannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas persoalan RS Sumber Waras.
Dibeberkan dia, dalam rekomendasi BPK, Ahok hanya diminta membatalkan pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 3,64 hektar itu saja. Atau memulihkan indikasi kerugian negara senilai Rp191 miliar lebih yang merupakan selisih harga tanah dengan harga yang diberikan kepada PT. PT Ciputra Karya Utama (CKU).
Selain itu, BPK juga cuma meminta pertanggungjawaban Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) saja untuk menyerahkan lokasi fisik tanah di Jalan Kyai Tapa sesuai yang ditawarkan ke Pemprov DKI. Bukannya fisik tanah yang berada di Jalan Tomang Utara.
Dan BPK juga meminta Ahok menagih tunggakan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) YKSW selama 20 tahun, dari tahun 1994 sampai 2014 senilai Rp3 miliar lebih.
Lanjut dia, dengan rekomendasi BPK yang seperti itu, berarti apabila Ahok dapat memenuhinya tanpa mempertimbangkan kerugian lain dari kesalahan kebijakan pembelian lahan yang menggunakan anggaran sebesar Rp800 miliar itu, maka kasusnya bisa selesai.
Padahal, kata dia, apabila terjadi unsur Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang ada unsur pidana, maka pelakunya harusnya tetap bisa dipidanakan. “Meskipun sudah mengganti kerugian negara,” ujar Sugianto, saat ditemui Aktual.com, Jumat (29/8).
Padahal, lanjut dia, di LHP BPK atas laporan keuangan Pemprov DKI tahun anggaran 2014, jelas ada indikasi praktik KKN di proses pengadaan dan pembelian lahan RS Sumber Waras. “Dan mengabaikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Serta berindikasi merugikan keuangan negara daerah sebesar Rp191 miliar lebih,” kata dia.
Ditambah lagi, ucap Sugianto, diduga ada kesalahan kebijakan yang berpotensi merugikan keuangan daerah DKI sebesar Rp800 miliar.
Poin-poin itulah yang dimasukkan Sugianto dalam laporannya terhadap Pemprov DKI ke KPK pada 27 Agustus.
Artikel ini ditulis oleh: