Jakarta, Aktual.com – Suara dentingan terdengar keras saat mata cangkul menghantam susunan batu bata kuno yang terpendam dalam tanah, ketika warga menggali lahan milik Gatot Suhanto di Dusun Ngurawan, Desa Dolopo, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun, Jatim.
Penggalian itu bukan asal penggalian. Namun penggalian atau ekskavasi itu dilakukan di bawah pengawasan tim dari Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta yang berlangsung selama 10 hari mulai dari tanggal 22 September hingga 1 Oktober 2016.
Penggalian atau ekskavasi ini dalam rangka penelitian untuk mengungkap tinggalan budaya arkeologi yang ada di Situs Ngurawan, ujar Ketua Tim Peneliti Situs Ngurawan dari Balai Arkeologi Yogyakarta Rita Istari, di Madiun, Jumat (30/9).
Sesekali, arkeolog menyapu susunan batu bata kuno yang mulai menyembul dengan kuas khusus. Sementara, arkeolog lainnya mencatat dalam sebuah buku dan ada juga yang memotret.
Menurut Rita, penggalian yang dilakukan oleh timnya tersebut merupakan pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta pada akhir tahun 2014 dan awal tahun 2016. Hal itu menyusul banyaknya temuan benda-benda kuno dan fragmen oleh warga setempat yang diyakini merupakan peninggalan budaya arkeologi.
Benda-benda itu ditemukan ada yang pada saat warga menggali tanah untuk bahan membuat batu bata, dan ada juga yang ditemukan di permukaan. Hal itu semakin membuktikan bahwa kawasaan Ngurawan ini merupakan daerah tinggalan budaya yang potensial, kata Rita.
Adapun, sejumlah benda kuno yang pernah ditemukan warga di antaranya, umpak, yoni, fragmen tembikar kuno, ambang pintu, panil relief, dan “jobong sumuran”. Di wilayah tersebut juga terdapat arca Nandi (lembu), arca Dewi Parwati, Jaladuwara (saluran air), dan miniatur candi.
Temuan yang terbaru dialami oleh sang pemilik lahan sendiri. Dimana ia menemukan susunan batu bata kuno berbentuk fondasi di halaman belakang rumahnya.
Atas temuan tersebut, Balai Arkeologi Yogyakarta memutuskan untuk melakukan penggalian. Dalam rentang waktu 10 hari tersebut, tim ahli telah menggali sebanyak tujuh kotak tanah.
“Masing-masing kotak berukuran dua kali dua meter. Dari kotak-kotak yang kami gali tersebut, di dalamnya semuanya terdapat struktur bangunan yang diduga saling berkesinambungan. Namun kami belum dapat memastikan bangunan apa itu,” katanya.
Rita menjelaskan, berdasarkan survei dan peneltian yang dilakukan oleh timnya, setidaknya ada 20 titik di Situs Ngurawan dan sekitarnya yang menjadi lokasi penemuan tinggalan budaya.
Jika melihat dari ciri benda-benda, artefak, fragmen, dan struktur bangunan yang ditemukan, dimungkinkan Situs Ngurawan ini merupakan tinggalan masa kebudayaan Hindu, katanya.
Lebih spesifik lagi, lanjutnya, di sekitar situs juga ditemukan umpak (pondasi tiang bebentuk segi empat) yang kini digunakan warga sebagai salah satu tiang masjid dusun setempat. Dalam umpak tersebut terdapat angka tahun huruf Jawa Kuno yakni 1320 Saka, atau sekitar tahun 1398 Masehi.
Jika melihat angka tahun tersebut, maka sangat besar kemungkinan Situs Ngurawan merupakan tinggalan budaya zaman Kerajaan Majapahit. Selain itu, struktur bangunan yang ada sangat mirip dengan Trowulan, tegasnya.
Situs Istimewa
Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta Siswanto mengatakan bahwa Situs Ngurawan merupakan situs yang sangat istimewa. Meski pihaknya masih dalam tahap pengumpulan data untuk menentukan bahwa situs tersebut terkait apa, siapa, dimana, dan tahun berapa pastinya, namun ia mengklaim Situs Ngurawan dulunya adalah sesuatu hal yang besar.
Jika melihat dari umpak-umpak yang ditemukan besar, maka dapat diduga bangunan yang ada di atasnya merupakan bangunan yang kokoh dan besar, kata Siswanto.
Selain itu, jika melihat dari banyaknya titik temuan tinggalan arkeologi di daerah setempat yang tidak hanya berada di satu desa, maka diduga situs tersebut merupakan suatu kawasan yang luas.
Siswanto menilai konteks yang ada di Situs Ngurawan sangat banyak. Meliputi struktur bangunan dan temuan konteks lain yang semuanya saling terkait.
Diperkirakan luasnya bisa mencapai 1 kilometer kali 1 kilometer. Ini merupakan situs terbesar dari segi kualitas dan terbanyak dari segi kuantitas di luar Situs Trowulan. Di sinilah letak istimewanya Situs Ngurawan, terang dia.
Namun, untuk menjawab misteri dan kekunoan dari Situs Ngurawan masih diperlukan penelitian dan penggalian yang lebih mendalam lagi. Penelitian yang tak terbatas dan terus berkembang, baik dari segi jumlah areal maupun temuan untuk memperkaya kesimpulan.
Disinggung soal upaya yang akan dilakukannya setelah penelitian, Siswanto menjelaskan muara dari kegiatan Balai Arkeologi Yogyakarta adalah pelestarian dan pemanfaatan dari situs yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai amanat undang-undang.
“Nantinya, setelah semua penelitian selesai, kami bisa memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah maupun balai pelestarian cagar budaya (BPCB). Dalam hal ini, Situs Ngurawan masuk wilayah BPCB Jawa Timur,” katanya.
Melalui rekomendasi tersebut, nantinya tim ahli cagar budaya dari pemerintah daerah maupun BPCB akan turun melakukan penelitian dan menetapkan Situs Ngurawan sebagai cagar budaya.
Wisata Sejarah itu, Bupati Madiun Muhtarom menyatakan Pemkab Madiun sangat mendukung proses ekskavasi dan penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta di Situs Ngurawan guna mengungkap sejarah dan kebudaayaan yang ada di lokasi setempat.
Sebab, hal itu merupakan potensi yang luar biasa yang nantinya akan dikembangkan oleh pemda setempat sebagai objek wisata sejarah.
Kegiatan itu tentu menjadi keuntungan bagi warga desa sekitar dan nantinya Pemkab Madiun. Sebab, jika nanti peradaban yang ada di lokasi tersebut terkuak, maka akan menjadi tempat wisata sejarah dan budaya di Kabupaten Madiun, ujar Muhtarom.
Menurut dia, sektor pariwisata menjadi salah satu fokus penting dalam program pembangunan di Kabupaten Madiun. Bupati berjanji, APBD tahun 2017 sebagian besar akan dipergunakan untuk pengembangan sektor pariwisata dan bidang lain yang mendukung pariwisata di Kabupaten Madiun.
Meski di Kabupaten Madiun tidak memiliki tempat wisata alam, namun pihaknya optimistis, tempat wisata budaya dan sejarah yang ada di Kabupaten Madiun tak kalah menarik dengan wisata sejarah lain yang lebih dulu terkenal.
Guna mewujudkan hal tersebut, Pemkab Madiun berencana membangun gapura di jalan masuk menuju Situs Ngurawan yang berada di Dusun Ngrawan, Desa Dolopo, Kecamatan Dolopo.
“Gapura tersebut kami beri nama Gapura Ngurawan yang berfungsi sebagai tanda bagi pengunjung untuk memasuki kawasan situs. Gapura tersebut sengaja dibangun karena letak situs yang tersembunyi,” ungkap Kepala Bidang Pariwisata, Dinas Koperasi, Perindustrian, Perdagangan, dan Pariwisata (Dikoperindagpar) Kabupaten Madiun Isbani.
Menurut dia, berdasarkan hasil pembahasan dengan tim pariwisata, pembangunan Gapura Ngurawan tersebut akan dilakukan pada akhir tahun ini. Pihaknya juga telah melakukan sosialisasi terhadap masyarakat dusun dan desa setempat.
Hasil sosialisasi, masyarakat setuju dan malah mendukung kawasan tersebut digarap sebagai objek wisata sejarah, kata dia.
Ia menjelaskan, dana yang dianggarkan untuk membangun Gapura Ngurawan tersebut mencapai sekitar Rp199,5 juta. Adapun konstruksi bangunannya akan menyesuaikan dengan situs setempat.
Gapura Ngurawan nantinya akan dibangun sesuai era Situs Ngurawan yang berada pada masa Kerajaan Majapahit. Direncanakan akan menggunakan konstruksi batu bata ekspos.
Kini, pascapenggalian yang dilakukan Balar Yogyakarta selesai, kawasan tersebut mulai ramai dikunjungi masyarakat. Kunjungan paling banyak berasal dari siswa sekolah.
Pemilik lahan tempat Situs Ngurawan ditemukan, Gatot Suhanto mengatakan, pihaknya memilih bekas galian tanah pascapenggalian tetap dibuka. Hal itu bertujuan agar temuan tinggalan budaya tersebut dapat dilihat oleh masyarakat luas.
“Kalau menurut aturan, setelah digali peneliti harusnya ditutup kembali. Namun, saya memilih tetap dibuka supaya warga sekitar bisa melihat temuan luar biasa ini,” katanya.
Selain struktur bangunan batu bata kuno yang masih berada di bekas galian, pengunjung yang datang juga dapat melihat fragmen benda-benda dan artefak yang ditemukan warga. Benda-benda itu saat ini disimpan di sebuah lemari kaca di rumahnya untuk dipertontonkan.
“Ke depan, saya sangat mendukung jika kawasan ini dibuka oleh Pemkab Madiun sebagai tempat wisata sejarah,” kata Gatot.
Oleh Rika Stevani, Jurnalis Antara
Artikel ini ditulis oleh:
Antara