Jakarta, Aktual.com – Investasi di Indonesia masih tumbuh signifikan meski iklim ekonomi masih menghadapi tekanan akibat wabah virus corona.
Investasi yang masih bertahan bahkan berkembang di tengah wabah umumnya terkait dengan sektor kesehatan. Sektor kesehatan memang memegang peranan saat ini.
Data terbaru dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang dipublikasikan beberapa hari lalu menyebutkan permohonan Izin Operasional/Komersial (IOK) sektor kesehatan terbanyak selama Semester I (Januari-Juni) 2020. Jumlahnya 16.286 dari total 112.862 IOK.
Pesatnya pengajuan izin kesehatan di masa pandemi sebagai bentuk minat pelaku usaha yang tinggi dalam merespon kebutuhan pasar akan alat kesehatan.
Penurunan permohonan izin sempat terjadi. Jumlah pengajuan Nomor Induk Berusaha (NIB), Izin Usaha (IU) dan IOK sempat menurun di bulan April dan Mei 2020.
Namun mulai Juni hingga saat ini, jumlahnya kembali naik. “Ini sinyal positif bagi pemulihan ekonomi nasional,” kata Juru Bicara BKPM Tina Talisa.
Provinsi Jawa Barat (Jabar) menjadi primadona investasi selama paruh pertama tahun 2020. Realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di provinsi ini sebesar Rp57,9 triliun yang juga berdampak kepada serapan tenaga kerja.
Performa Positif
DKI Jakarta tampaknya juga masih menjadi tujuan investasi bagi PMA maupun PMDN.
Menurut data dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta, realisasi investasi di Jakarta tertinggi secara nasional pada triwulan II (April-Juni) tahun 2020 dengan nilai investasi Rp30,1 triliun.
Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) DKI Jakarta pada periode tersebut sebesar 0,8 miliar dolar AS atau setara dengan Rp12,2 triliun dengan kurs APBN 2020 Rp14.400 per dolar AS. Sedangkan realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Rp17,9 triliun.
Dengan demikian, realisasi investasi PMA dan PMDN DKI Jakarta selama semester I tahun 2020 (periode Januari sampai Juni) mencapai Rp50,2 triliun. Angka itu berkontribusi 12,5 persen dari total realisasi investasi PMA dan PMDN se-Indonesia sebesar Rp402,6 triliun.
“Ini menunjukkan bahwa masih adanya geliat investasi di Ibu Kota meskipun di tengah pandemi COVID-19,” ujar Kepala DPMPTSP DKI Jakarta Benni Aguscandra.
Kendati demikian, terjadi penurunan realisasi investasi PMA DKI Jakarta sebesar 10,29 persen pada triwulan II tahun 2020 bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2019. Hal ini disebabkan faktor pandemi COVID-19 yang melanda berbagai negara di dunia yang mengakibatkan dampak terhadap perekonomian global sehingga terjadi perlambatan kinerja investasi.
Hal sebaliknya terjadi pada realisasi investasi PMDN DKI Jakarta yang tetap menunjukkan performa positif pada triwulan II dengan kenaikan sebesar 10,49 persen bila dibandingkan dengan realisasi PMDN pada periode yang sama tahun 2019.
Pemprov DKI Jakarta melalui DPMPTSP gencar melakukan promosi proyek- proyek potensial kepada para investor. Hal itu dilakukan dengan adaptasi kebiasaan baru yang mengikuti protokol pencegahan COVID-19.
Selain itu senantiasa menghadirkan inovasi layanan perizinan dan non perizinan yang memudahkan pelaku usaha untuk membangun bisnisnya di Ibu Kota.
Perumahan
Bagi investor PMA, sektor usaha yang paling diminati di Jakarta adalah perumahan, kawasan industri, dan perkantoran dengan nilai realisasi investasi sebesar 308 juta dolar AS. Angka itu berkontribusi sebesar 36 persen dari total realisasi investasi PMA DKI Jakarta pada triwulan II tahun 2020.
Sedangkan sektor usaha transportasi, gudang dan telekomunikasi menjadi sektor yang paling diminati oleh investor PMDN. Realisasinya sebesar Rp6,6 triliun pada triwulan II tahun 2020.
Data realisasi investasi PMA dan PMDN berdasarkan wilayah kota administrasi menunjukkan bahwa investor paling banyak menanam investasi di Jakarta Selatan. Total realisasi investasinya sebesar Rp13,5 triliun terdiri atas PMA sebesar Rp8,3 triliun dan PMDN sebesar Rp5,2 triliun.
Selanjutnya, Jakarta Pusat dengan realisasi investasi sebesar Rp8,8 triliun terdiri atas PMA sebesar Rp1,7 triliun dan PMDN Rp7,1 triliun. Lalu Jakarta Utara dengan realisasi investasi sebesar Rp3,4 triliun terdiri atas PMA sebesar Rp936 miliar dan PMDN sebesar Rp2,5 triliun.
Kemudian Jakarta Barat dengan realisasi investasi Rp2,3 triliun terdiri atas PMA Rp430 miliar dan PMDN Rp1,9 triliun dan Jakarta Timur. Realisasi investasinya mencapai Rp2 triliun terdiri atas PMA sebesar Rp799 miliar dan PMDN Rp1,2 triliun.
“Kami terus melakukan koordinasi intensif dengan berbagai pemangku kepentingan untuk menyusun strategi dan solusi penguatan iklim investasi di Jakarta,” kata Benni.
Pihaknya aktif melakukan promosi dalam berbagai forum investasi yang diselenggarakan dengan adaptasi kebiasaan baru dalam upaya pencegahan virus corona (COVID-19).
Peran UMKM
Jakarta tampaknya memang harus lebih gencar mempromosikan potensi investasinya. Tentu langkah itupun perlu dibarengi kemudahan perizinan dan prosedur birokrasinya.
Sampai saat ini, Jakarta masih menjadi ibu kota negara. Status itu menempatkan Jakarta sebagai pusat pemerintahan serta pusat bisnis dan perekonomian.
Status itu menjadi daya tarik tersendiri untuk berinvestasi. Tetapi pemerintah pusat terus mempersiapkan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur (Kaltim).
Hal itu mengharuskan Jakarta mengantisipasi perannya di masa depan setelah ibu kota benar-benar pindah. Yakni menempatkan diri sebagai pusat perekonomian, bisnis dan jasa.
Salah satu lokomotif untuk memulihkan perekonomian yang terpuruk akibat wabah adalah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Kini ada momentum memulihkan perekonomian dengan peran UMKM, yakni adanya bantuan dari pemerintah pusat dan dorongan mengenai penggunaan produk dalam negeri.
Menurut pengamat kebijakan publik Khoiril Anwar, hanya dua yang diinginkan para pelaku UMKM di ibu kota selama wabah COVID-19. Yakni penyederhanaan izin dan akses pembiayaan.
UMKM saat ini menjadi penyelamat di tengah banyaknya perusahaan yang merumahkan pekerjanya. “Untuk itu penyederhanaan izin dan akses pembiayaan perlu diperhatikan agar mampu bertahan,” kata Khoiril.
Pengajar di Universitas Pasundan Bandung (Jawa Barat) ini menilai permasalahan izin kerap membuat pelaku UMKM patah arang. Contohnya aturan Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT) yang pengurusan bisa memakan waktu setahun.
Itupun UMKM harus masuk daftar pelatihan Program Peningkatan Kompetensi (PPK) untuk mendapatkan P-IRT. Sertifikasi ini memang penting untuk menjamin keamanan produk.
Tetapi prosedurnya perlu dikaji agar lebih sederhana dan tanpa berbelit-belit. Tujuannya agar UMKM cepat bangkit untuk ikut mengambil peran dalam pemulihan ekonomi.
Bukan sebaliknya, terus terpuruk dan patah arang akibat perizinan dan pembiayaan. (Antara)
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin