Danantara didirikan dan difungsikan sebagai salah satu mesin penggerak dan motor pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk tujuan itu, semua potensi kekuatan ekonomi nasional perlu dikonsolidasi. Dari konsolidasi Danantara per Maret 2025, terbentuk kekuatan yang mencakup 844 BUMN bernilai 982 miliar dolar AS, ekivalen Rp 16.508 triliun (asumsi kurs Rp 16.810 per dolar AS). Data ini patut dimaknai sebagai potensi riil dari sebagian kekuatan ekonomi nasional. Nilai potensi riil itu pasti menggelembung dan menjadi sangat strategis jika ditambahkan dengan nilai kandungan semua sumber daya alam (SDA) Indonesia yang dibutuhkan pasar dunia, seperti nikel, tembaga, batu bara hingga emas.
Ketika sebagian potensi kekuatan ekonomi nasional itu perlu diwadahkan dalam Danantara, itu adalah strategi dan kebijakan Presiden Prabowo menanggapi perubahan tatanan dunia yang ditandai dengan berlarut-larutnya ketidakpastian. Tatanan dunia praktis telah berubah. Perjanjian Perdagagan Bebas Amerika Utara (NAFTA) bubar dengan sendirinya karena Amerika Serikat (AS) menetapkan tarif impor semaunya sendiri. Juga karena faktor tarif impor versi AS, forum APEC (Asia-Pacific Economic Forum) yang beranggotakan 21 negara bisa kehilangan makna strategisnya.
Perubahan tatanan itu pasti berdampak pada perubahan pola dan arus dana investasi dari banyak negara. Uni Eropa misalnya, sedang ancang-ancang untuk fokus pada investasi baru untuk membangun dan memperkuat industri pertahanan. Maka, menjadi wajar dan masuk akal jika Presiden Prabowo pun menanggapi perubahan tatanan dunia itu dengan mendirikan Danantara dan memfungsikannya sebagai badan pengelola investasi.
Salah satu keunggulan Indonesia adalah kandungan SDA di perut bumi nusantara. Kandungan SDA itu akan dan selalu menarik minat investor asing. Menjelang akhir April 2025 lalu, Presiden Prabowo menerima kunjungan kehormatan Chairman Lotte Group bersama delegasi Federation of Korean Industries (FKI) di Istana Merdeka, Jakarta. Dari pertemuan itu, lahir komitmen investasi baru bernilai 1,7 miliar dolar AS. Sementara itu, Indonesia Grand Package bernilai 9,8 miliar dolar AS terus berproses dan tetap dilanjutkan. Proyek ini akan merealisasikan pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik .
Perubahan tatanan dunia menuntut Indonesia meningkatkan kemandirian di berbagai sektor dan sub-sektor ekonomi. Melalui konsolidasi yang berkelanjutan, Danantara diharapkan dapat memaksimalkan nilai tambah semua SDA Indonesia untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Dan, tentu saja dari pengelolaan semua potensi SDA itu, akan tercipta banyak lapangan kerja.
Oleh: Bambang Soesatyo
Anggota DPR RI/Ketua MPR RI ke-15/Ketua DPR RI ke-20/Ketua Komisi III DPR RI ke-7/Doesen Tetap pasca Sarjana (S3) Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Jayabaya dan Universitas Pertahanan (Unhan)
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano














