Jakarta, Aktual.com — Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) menilai Dirut Pelindo II RJ Lino tak nasionalis.
Pasalnya, Lino terkesan memaksakan agar perpanjangan konsesi dengan perusahaan Hongkong, Hutchison Port Holding (HPH). Dilihat dari aspek hukum, konsesi Pelindo II dengan HPH diduga melanggar UU pelayaran 17/2008. Ditambah lagi ada penegasan dari kementerian terkait.
“Bahkan dalam perjanjian awal privatisasi 1999, JICT diarahkan untuk dikembalikan sepenuhnya kepada Pelindo II. Tidak ada klausul yang mengharuskan Lino perpanjang JICT,” kata Ketua SP JICT Nova Hakim dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/10).
Ditambahkan, pekerja juga menyampaikan beberapa dokumen terkait determinasi Lino terhadap perpanjangan kepada Hutchison. Lino disebut mengusahakan perpanjangan sejak 2012 atau 7 tahun sebelum masa kontrak habis di 2019.
“Dokumen lain juga menunjukkan bahwa investasi HPH sudah kembali modal pada tahun 2019. Padahal jika JICT dikelola sendiri ada pengelolaan potensi pendapatan Rp 3 triliun per tahun. Jadi ada potensi uang negara hilang puluhan trilyun selama perpanjangan JICT,” tegas Nova.
Hal ini diterangkan SP JICT saat menghadiri rapat Pansus Pelindo II dihadapan anggota Pansus di Gedung DPR, pada Selasa (20/10) kemarin.
SP juga menunjukkan data ke Pansus bahwa tingkat produktivitas per karyawan JICT tertinggi dibanding pelabuhan Koja dan Pelindo II sekalipun. Selama ini perusahaan beroperasi normal dan tidak terbebani biaya pegawai.
“Justru pekerja menantang nasionalisme Lino untuk mengambil alih 100% daripada 51% saham JICT,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh: