Jakarta, Aktual.co — Ketika Presiden Jokowi dan istri ke Singapura naik pesawat kelas ekonomi, sejumlah haters (biasalah) langsung menuding Jokowi melakukan pencitraan. Apalagi ditambah “bumbu pemanas emosi” dengan dikaitkan kenaikan harga BBM. Saya pribadi lebih melihat itu sebagai gaya natural, yang sudah jadi bawaan Jokowi.
Orang sekali dua kali bisa pura-pura sederhana, tapi tak mungkin puluhan tahun pura-pura sederhana. Bawaan bisa juga dikaitkan dengan selera. Presiden Soeharto itu kabarnya senang makan sayur asem, menu makanan yang sederhana, tapi memang beliau suka. Jadi jangan bilang Pak Harto mau sok merakyat dengan makan sayur asem (padahal dia mampu beli menu yang jauh lebih mahal. Presiden RI kok!).
Contoh lain adalah musisi ST12 Charlie. Ketika masih hidup miskin, Charlie makannya nasi dan ikan teri asin. Rupanya itu jadi kebiasaan, sehingga sesudah jadi musisi top (dan banyak duit) Charlie sering makan nasi ikan asin. Apakah kita mau bilang si Charlie ini sok miskin dan sok merakyat? Ya jelas nggak.
Tetapi yang paling menarik adalah kisah mantan boss saya, salah satu konglomerat dan orang terkaya di Indonesia (kini sudah masuk 10 besar versi Forbes). Cerita ini saya dengar dari orang yang terlibat langsung. Mantan boss saya ini sebut saja namanya A pergi ke luar negeri bersama B, Dirut sebuah perusahaan milik A.
Nah, ketika transit di suatu bandara, B ngeloyor ingin ngopi di kafe Starbucks. Tapi si A, konglomerat pemilik belasan perusahaan, justru memilih istirahat di lounge yang sudah disediakan dan menikmati kopi gratis. “Hei, B! Ngapain elu ke sana? Ngopi di sini aja, kan gratis ini!” ujarnya pada A.
Padahal jangankan cuma buat beli kopi, buat beli/akuisisi perusahaan lain pun dia masih cukup dana. Tapi gaya hidup hemat, cost efficient, itu mungkin sudah “bawaan” atau “natural”, dan itu mungkin kunci yang membuat dia jadi kaya raya sekarang ini (selain izin dari Allah SWT tentunya).
Jokowi kalau tidak hidup hemat mungkin sekarang belum jadi Presiden, gubernur, walikota, bahkan tidak jadi pengusaha mebel, tapi sekadar jadi tukang kayu biasa saja! (Satrio, yang masih belajar untuk hidup hemat dengan salary dosen)
Artikel ini ditulis oleh: