Industri minyak sawit adalah penyumbang devisa yang besar bagi Indonesia. Indonesia sendiri adalah salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia. Namun, produk industri sawit Indonesia sering mendapat “serangan” atau hambatan di Eropa, antara lain lewat tudingan perusakan lingkungan, deforestasi, dan sebagainya.
Namun, baru-baru ini ditemukan material tanam baru (benih) berkualitas unggul yang berpotensi meningkatkan produktivitas minyak kelapa sawit ke level tertinggi di industri Indonesia. Dua material tanam klonal kelapa sawit berkualitas unggul itu kini resmi terdaftar di Katalog Bibit Indonesia dan penggunaannya disetujui oleh Kementerian Pertanian.
Material tanam ini berpotensi meningkatkan produktivitas minyak sawit mentah, yang mencapai lebih dari 10 ton per hektar per tahun pada usia dewasa. Itu dibandingkan dengan kemampuan perusahaan saat ini, yang berkisar antara 7,5-8 ton per hektar per tahun dalam kondisi yang optimal.
Pengembangan ini mendukung upaya intensifikasi, dalam meningkatkan produktivitas lahan perkebunan yang ada. Dengan intensifikasi, tidak ada perluasan lahan yang bisa dituding mengurangi luas hutan (deforestasi).
SMART adalah anak perusahaan Golden-Agri Resources Ltd, yang berhasil mengembangkan material tanam kelapa sawit unggulan tersebut. Benih unggul itu dikembangkan di pusat-pusat penelitian perusahaan, SMART Research Institute’s (SMARTRI) dan Pusat Bioteknologi SMART melalui kegiatan penelitian dan pengembangan bioteknologi terdepan. Benih unggul itu dinamai Eka 1 dan Eka 2.
Kedua materi tanam tersebut telah disetujui untuk dibudidayakan pada 21 April 2017 oleh Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. Bahan tanam tersebut nantinya diharapkan akan membantu perusahaan, untuk meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawitnya hingga ke level tertinggi di industri, dengan memanfaatkan lahan perkebunan yang sudah ada.
Menurut Direktur Utama SMART, Daud Dharsono, terobosan seperti ini merupakan inti dari upaya intensifikasi, yang sangat penting peranannya untuk menghasilkan produksi kelapa sawit berkelanjutan, guna memenuhi permintaan pasar global yang terus meningkat.
Pihaknya akan terus mengidentifikasi teknologi baru dan mempercepat penerapan teknik-teknik modern terbaru. Tidak hanya untuk meningkatkan praktik-praktik pertanian berkelanjutan perusahaan, namun juga bagi industri kelapa sawit secara menyeluruh.
Melalui penelitian yang berlangsung selama dua dekade, material tanam terbaru ini dikembangkan secara alami melalui program seleksi konvensional dan kultur jaringan dari elite palms. Material tanam kelapa sawit tersebut berpotensi meningkatkan produktivitas minyak sawit perusahaan mencapai lebih dari 10 ton per hektar per tahun di usia dewasa (10-18 tahun).
Coba bandingkan dengan kemampuan perusahaan saat ini, yang berkisar antara 7,5-8 ton per hektar per tahun dalam kondisi cuaca dan areal tanam yang optimal. Produktivitas rata-rata industri kelapa sawit Indonesia saat ini kurang dari 4 ton/hektar/tahun.
Head of Plant Production and Biotechnology Division Dr Tony Liwang mengatakan, kultur jaringan membantu dilakukannya proses pemuliaan material tanam melalui proses non-GMO. Proses ini mampu menghasilkan minyak sawit dalam jumlah lebih banyak.
Dan dalam waktu yang tidak lama lagi, kultur jaringan ini akan membantu menghasilkan material tanam dengan nutrisi lebih baik, dan lebih tahan terhadap penyakit dan kekeringan. Dengan keberhasilan program kultur jaringan ini, diharapkan dapat meningkatkan produkvititas perkebunan kelapa sawit dengan material tanam Eka 1 dan Eka 2. Juga, memberikan tingkat ekstraksi minyak yang lebih besar dari setiap buah sawit yang ada.
Pada usia dewasa yang optimal, material tanam Eka 1 diharapkan bisa menghasilkan 10,8 ton minyak sawit mentah (CPO) per hektar, dengan tingkat ekstraksi minyak sebesar 32 persen. Hal ini karena material tanam ini memiliki kandungan minyak yang sangat tinggi di dalam buah sawitnya.
Bahkan material tanam Eka 2 menunjukkan potensi yang lebih besar dengan produktivitas diperkirakan mencapai 13,0 ton per hektar dan tingkat ekstraksi minyak 36 persen. Selain itu, masa tunggu panen Eka 1 dan Eka 2 diperkirakan 24 bulan, lebih cepat bila dibandingkan dengan rata-rata industri saat ini yaitu 30 bulan.
Selama lima tahun ke depan, perusahaan akan memperbanyak material tanam ini melalui kultur jaringan, guna menghasilkan jumlah yang cukup untuk ditanam secara komersial di area yang lebih luas mulai tahun 2022. ***
Artikel ini ditulis oleh: