Jakarta, Aktual.com – Video viral yang memperlihatkan perilaku LGBT (Lesbian Gay Biseksual Transgender) empat pengunjung di areal publik kembali terjadi di Kave Wow, di Jalan Warung Jati Timur, Kalibata, Jakarta pada Rabu (8/6) yang membuat resah warga.

Kasus di Kafe Wow itu merupakan kasus kedua setelah pada Desember 2021 kafe itu digerebek warga karena ada pesta LGBT serupa dimana sejumlah pria mengenakan pakaian wanita berjoget bersama.
Saat kejadian pertama manajemen kafe dihadapan warga dan pihak kepolisian juga berjanji akan memperketat pengunjung untuk mencegah kejadian serupa.
Tapi tampaknya akan sulit menyaring calon pengunjung mana yang berperilaku LGBT karena secara tampilan fisik belum menjamin apakah orang itu mempunyai perilaku menyimpang atau tidak. Dan akhirnya memang kejadian di kafe itu terulang.

Kejadian itu tampaknya merupakan fenomena gunung es karena sebenarnya banyak kasus serupa yang terjadi di kafe dan ruang privat yang menjadi sarana bagi kaum LGBT untuk bertemu dan melampiaskan nafsunya.

Bahkan di media sosial, tawaran untuk acara pesta LGBT ataupun kencan sesama jenis kelamin juga secara terbuka juga diumumkan. Jika saja ada satgas anti-LGBT yang menyamar maka dengan mudah menemukan berbagai tempat maksiat itu.
Penyidik Polres Metro Jakarta Selatan memang tengah mendalami kasus terakhir dugaan tindak pidana kesusilaan tetapi yang digunakan memang baru Pasal 281 KUHP terkait kesusilaan.
Saat ini empat remaja yang masih di bawah umur itu sedang menjalani pemeriksaan sesuai bukti yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) dan polisi juga akan memanggil orang tua mereka guna memberikan pendampingan anak.
Menurut pemilik kafe WOW, Andri Laksono menyatakan kejadian ini merupakan kedua kalinya dan dilakukan oleh orang yang sama.
Kaum LGBT memang menggunakan berbagai cara untuk menunjukkan kelompok itu terus eksis termasuk melobi sejumlah kalangan agar keberadaannya bisa diakui.
Belum lama berselang juga Indonesia juga heboh setelah diketahui Deddy Corbuzer mengundang pasangan homoseksual dalam “podcast Close The Door” yaitu Ragil Mahardika asal Indonesia yang memiliki pasangan asal Jerman Fredik Vollert.
Cerita Ragil dan pasangannya itu dinilai mempromosikan LGBT Indonesia sehingga banyak yang meminta untuk “unsubscribe” kanal Youtube Deddy Corbuzier.
Walau pada akhirnya Deddy menghapus video yang terlanjur viral tersebut. Padahal tagar #UnsubscribePodcastCorbuzier telah menjadi “trending topic” di Twitter sehingga menjadikan Deddy kehilangan sekitar 100 ribu pelanggan di YouTube dan jutaan pengikut di Instagram.
Reaksi keras warga Indonesia menunjukkan bahwa fenomena LGBT belum bisa diterima masyarakat Indonesia yang religius.
Memang tidak ada hukum Indonesia yang bisa menjerat Deddy Corbuzier maupun kaum LGBT, tetapi mengkampanyekan norma yang tidak sesuai agama, sangat meresahkan walaupun tidak bisa dijerat secara hukum.
Ada satu pasal di KUHP yang mengaitkan tindakan cabul kaum sesama jenis yaitu Pasal 292 KUHP tetapi hanya mengatur soal larangan homoseksual atau lesbian antara orang dewasa dan anak-anak.
Pasal itu berbunyi “Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.” Namun, pasal itu tidak bisa menjerat pelaku homoseksual atau lesbian sesama orang dewasa.
Media Sosial
Berulang kali media mengungkap tindakan kepolisian yang menggrebek pesta dari para gay dengan berkedok pusat kebugaran. Demikian juga terungkap adanya kelompok lesbian yang kerap melakukan pesta secara sembunyi-sembunyi.
Dari penelusuran petugas terungkap bahwa sebagian dari mereka menggunakan sarana media sosial untuk saling berkomunikasi dan mengagendakan pertemuan bersama serta memperkuat komunitas mereka.
Bahkan secara struktural mereka membangun komunitas dunia dengan satu agenda untuk melegalkan perkawinan sesama jenis. Gerakan mereka sampai saat ini telah berhasil memaksa sejumlah negara melegalkan kelompok itu dan perkawinan sejenis seperti Amerika Serikat, Belanda, Skotlandia, Spanyol, dan Prancis.
Indonesia juga harus waspada dengan bangkitnya kaum LGBT ini karena mereka tengah memperkuat diri dengan menjaring berbagai kalangan untuk mendukung gerakan mereka.
 Kewaspadaan ini penting karena banyak masyarakat yang mulai termakan kampanye mereka yang mengagungkan kebebasan mengatasnamakan hak asasi manusia.
Dalam pandangan kelompok menyimpang itu, LGBT merupakan hak individu, namun kebebasan individu yang bertentangan dengan agama dan norma budaya tak pantas untuk dijalankan.
LGBT oleh Kementerian Kesehatan dikategorikan penyakit mental, yang tidak disebabkan faktor biologis apalagi takdir, artinya pasti ada kejadian yang membuat seseorang menyimpang orientasi seksualnya.
Biasanya anak-anak yang sering mendapat pencabulan oleh LGBT makan setelah dewasa akan cenderung mempunyai perilaku seksual menyimpang. Apalagi lingkungan bergaul mereka dekat dengan kaum LGBT.
Gerilya kaum LGBT di Indonesia ini cukup aktif dan mendapat dukungan dari jejaring global, sehingga jika tidak diantisipasi sejak dini semakin meracuni pandangan generasi muda soal LGBT.
Salah satu survei dari Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) pada Maret 2016, September 2017, dan Desember 2017 yang dirilis Januari 2018 mengungkap, 46 persen responsen menjawab menerima LGBT, walaupun mayoritas 53 persen menjawab tidak menerima.
Bahkan mayoritas (57,7 persen) berpendapat bahwa LGBT berhak hidup di Indonesia, dan 50 persen meyakini bahwa pemerintah wajib melindungi LGBT seperti halnya warga yang lain.
Itu survei tahun 2016-2017, bagaimana dengan survei terbaru, apakah terjadi perubahan sikap atas perilaku LGBT, agaknya memang perlu kajian lebih dalam sebagai kewaspadaan dini.
Di Indonesia, tercatat ada organisasi LGBT tertua di Asia, yakni Lambda Indonesia yang aktif sejak dekade 1980an dan dibubarkan tahun 1990.
Kendati banyak kalangan yang menolak keberadaan mereka, kaum gay dan lesbian Indonesia belakangan tampil semakin percaya diri buat memperjuangkan hak mereka.Bahkan mampu menggelar pertemuan puncak hak LGBT pada tahun 2006 yang makin mengkompakkan perjuangan hak-hak kaum LGBT.
Bagaimana Membendung
Semua pihak baik negara, masyarakat dan keluarga mempunyai peran untuk membendung eksistensi LGBT. Bagi masyarakat Indonesia yang religius membiarkan LGBT sama artinya dengan mendekati munculnya murka Allah SWT atas bangsa ini.
Semua penganut agama meyakini dosa yang muncul akan selalu mendapat balasan termasuk di dunia.
Kunci utama membendung LGBT tentu pada negara dengan memberikan hukum yang jelas terkait LGBT.
Negara ini berdasarkan atas hukum sehingga payung hukum untuk membendung LGBT ini harus lengkap, baik sisi perlindungan sebagai warga negara dan pelarangan yang tegas bahkan disertai sanksi pidana yang jelas.
Selama ini mereka beralasan Undang-undang Dasar 1945 secara eksplisit tidak melarang aktivitas seksual sesama jenis sehingga mereka dengan leluasa mengorganisasi diri, menggelar berbagai pertemuan, kampanye dan melakukan lobi pada kekuatan politik untuk mendukung keberadaan mereka.
 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak menganggap perbuatan homoseksual sebagai suatu tindakan kriminal; selama tidak melanggar hukum-hukum lain yang lebih spesifik; antara lain hukum yang mengatur mengenai perlindungan anak, kesusilaan, pornografi, pelacuran, dan kejahatan pemerkosaan.
Intelektual Muslim, Prof Dr Din Syamsuddin mengingatkan pasal pertama Pancasila secara terang menyebutkan “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang menegasikan Indonesia sebagai bangsa yang menekankan prinsip ketuhanan dan keagamaan. “Dan semua agama di Indonesia tidak ada yang memberikan ruang bagi LGBT, bahkan menganggap perilaku LGBT sebuah dosa.”
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) juga menegaskan bahwa lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) bertentangan dengan agama dan moralitas.
Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto mengatakan agama samawi terutama Islam, melarang praktik LGBT.
“Al Quran menjelaskan dengan terang-benderang bahkan diulang-ulang kisah itu, bukan hanya dalam satu surat tapi beberapa surat. Artinya, agama Islam melarang sangat keras praktik LGBT,” katanya.
Umat Nabi Luth yang mempraktikkan LGBT disebut dalam Al Quran sebagai orang yang melewati batas atau fasik.
Peran Masyarakat dan Keluarga
Peran kedua adalah masyarakat dan keluarga. Masyarakat harus yang berani secara tegas menolak perilaku LGBT di lingkungan sosial mereka. Kepedulian untuk membendung LGBT harus dibangkitkan.
Tokoh agama dan rukun tetangga bisa membuat aturan untuk menolak setiap warga yang membuat pertemuan yang mendukung kampanye LGBT.
Sikap cuek dengan kondisi sosial sekitarnya justru membuat kaum LGBT terus bisa memperkuat diri dan mengincar korban-korban yang bukan tidak mungkin adalah anggota keluarga mereka.
Peran yang tidak kalah penting adalah keluarga. Keluarga menjadi pintu terdepan mendeteksi penyimpangan seksual itu, sekaligus menjadi pintu untuk merehabilitasi perilaku menyimpang.
Sikap yang mentolelir perilaku LGBT di lingkungan keluarga justru membuat anggota keluarga mempunyai potensi terseret perilaku menyimpang itu.Ini beralasan karena akhirnya tercipta interaksi antara keluarga itu dengan kelompok LGBT, sebab seseorang yang mengidap LGBT pasti akan berkelompok dengan orang yang berperilaku sama.
Rehabilitasi dengan pendekatan agama biasanya mampu menyadarkan perilaku LGBT dan kembali pada orientasi seksual yang normal. Bahkan sudah banyak pengakuan keluarga yang mampu merehabilitasi pengidap LGBT dengan metode rukyah.
Metode itu meyakini penyimpangan perilaku manusia selalu terkait dengan gangguan jin dan syaitan. Jika jin dan syaitan sudah dibebaskan maka sejati manusia itu normal, bahkan semakin taat dengan tuntutan agama.
Apapun caranya, orang yang berperilaku LGBT ini harus disadarkan dan dikembalikan sesuai kondrat manusia, laki-laki atau perempuan.
Cara paling mudah untuk mencegah keluarga tertular perilaku LGBT ini adalah sejak dini membentengi anggota keluarga dengan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan. Dan kedua mengawasi perubahan perilaku anak, sebab saat ini tidak ada tempat yang aman dari ancaman penyebaran LGBT.
Sejumlah media mengungkap, justru orang-orang terdekat selalu berpotensi menjadi pelaku penyebaran perilaku LGBT.
Secara ilmiah sudah dibuktikan bahwa anak yang pernah mengalami sodomi biasanya saat dewasa cenderung menjadi pelaku sodomi juga.
Marilah bersama membendung perilaku LGBT dimulai dari keluarga dan lingkungan terdekat. Selain itu terus mendukung upaya Pemerintah dan DPR untuk membuat pasal-pasal yang bisa mempidanakan perilaku LGBT.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Dede Eka Nurdiansyah