Gubernur Petahana DKI Basuki Tjahaja Purnama saat acara serahterima laporan nota singkat akhir pelaksana tugas Gubernur DKI di Balaikota, Jakarta, Sabtu (11/2). Melalui laporan nota tersebut, Ahok kini resmi menjabat kembali sebagai gubernur yang aktif. AKTUAL/Tino Oktaviano
Gubernur Petahana DKI Basuki Tjahaja Purnama saat acara serahterima laporan nota singkat akhir pelaksana tugas Gubernur DKI di Balaikota, Jakarta, Sabtu (11/2). Melalui laporan nota tersebut, Ahok kini resmi menjabat kembali sebagai gubernur yang aktif. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodik Mujahid mengatakan bahwa terdakwa kasus penista agama Basuki Tjahja Purnama alias Ahok tidak mengerti dengan apa yang dimaksud sistem demokrasi sejati yang tengah di jalankan Indonesia sebagai sebuah negara.

Hal itu menanggapi pernyataan Ahok bahwa memilih Gubernur berdasarkan agama termasuk pelanggaran konstitusi, dalam pidato di acara Serah Terima Jabatan (Sertijab) Gubernur DKI Jakarta di Jakarta, Sabtu (11/2).

“Dia (Ahok) tidak faham demokrasi yang sejati. Dia juga tidak paham mana wilayah hak negara mana wilayah hak pribadi,” kata Sodik ketika dihubungi, di Jakarta, Senin (13/2).

Dikatakan Sodik, negara di dalam ketentuan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 menjamin hak seorang melaksanakan agamanya termasuk memilih pemimpin atas dasar agamanya. Seperti, sambung dia, ketika seorang kader partai memilih pemimpin dari partainya sendiri, atau bagaimana etnis Sunda memilih pemimpin yang sama dengan etnisnya sendiri.

“Yang tidak boleh itu jika negara menetapkan calon pemimpin hanya untuk partai tertentu atau untuk agama tertentu maupun suku tertentu dan sebagainya,” ujat politikus Gerindra itu.

Ketika ditanyakan, apakah kemudian pernyataan Ahok akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa bila dibiarkan nantinya, ia menegaskan akan mengamcam bila masih banyak pihak yang buta dan mau dibodohi oleh penguasa yang tidak paham dengan demokrasi untuk ikut di dalam barisannya.

“Tapi tidak mengancam jika masih banyak masyarakat yang cerdas dan paham makna demoktasi yang sesungguhnya,” tambah dia.

“Oleh karena itu, kepada para pemimpin atau tokoh maupun cendekiawan terutama penguasa (presiden/kepala daerah) yang paham dan cerdas harus memberi edukasi kepada masyarakat tentang demokrasi yang sesungguhnya, bukan sebaliknya,” tandas Sodik.

(Laporan: Novrizal)

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Eka