Jakarta, Aktual.com — Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz, mengapresiasi sikap Walikota Bandung Ridwan Kamil yang memilih tidak maju dalam Pilkada Gubernur DKI Jakarta tahun 2017 mendatang.

JPPR menilai ada empat pelajaran berharga yang bisa dipetik dari keputusan Ridwan Kamil. Pertama, menyelesaikan masa jabatan sebagai walikota selama lima tahun. Dimana pada saat mendaftar sebagai calon kepala daerah, setiap pasangan calon menuliskan dalam formulir pendaftaran pencalonan untuk sanggup menjalankan roda pemerintahan selama lima tahun penuh.

“Ridwan Kamil memberikan contoh bagaimana mematuhi periode masa jabatan yang telah dituliskannya sendiri,” terang Hafidz dalam keterangan tertulisnya kepada Aktual.com, Senin (29/2).

Pelajaran kedua, Ridwan Kamil memenuhi tanggung jawab‎ janji pada saat kampanye. Visi, misi dan program pasangan calon yang telah disampaikan kepada KPU dan utamanya kepada masyarakat pemilih harus dituntaskan. Pertimbangan masyarakat terhadap kualitas program yang diajukan pasangan calon wajib diselesaikan karena hal tersebut adalah faktor kunci dalam kemenangan Pilkada yang diraihnya.

“Ridwan Kamil memberikan contoh bagaimana janji kampanye tidak hanya digunakan untuk menggaet suara pemilih tetapi juga menjadikannya sebagai kontrak sosial yang harus dipertanggungjawabkan,” jelasnya.

Ketiga yakni orang lokal pilih lokal. Dalam banyak pengalaman Pilkada, seringkali aspirasi masyarakat pemilih atau anggota partai politik dikalahkan oleh kepentingan elit. Padahal tujuan Pilkada adalah dimana orang-orang potensial daerah dapat mengembangkan daerahnya masing-masing sehingga penguatan masyarakat dan kedekatan dengan pemilih terjadi.

“Ridwan Kamil memberikan contoh bagaimana mewujudkan keinginan warga lokal untuk dipimpin oleh orang yang berkualitas dan mempunyai kedekatan dengan masyarakat,” ucap Hafidz.

Terakhir, Ridwan Kamil bukan kutu loncat. Meskipun ada partai politik yang akan mengusungnya dan hasil survei paling mengunggulkannya, yang bersangkutan tetap berpikir jernih dan memandang jauh kedepan. Ia bererpikir dengan kepentingan jangka pendek dan aji mumpung jauh-jauh disingkirkan untuk kepentingan bersama yang lebih besar dan berkelanjutan.

Ridwan Kamil, tambahnya, memberikan contoh meskipun UU tidak melarang seseorang meninggalkan jabatannya untuk jabatan lainnya, tetap ada tanggung jawab pelayanan publik yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja.

“Karena kekuasaan bukan tujuan, tetapi sarana untuk pelayanan,” pungkas Hafidz.

Artikel ini ditulis oleh: