Jakarta, Aktual.com – Pada tahun 2016 ini, Jawa Barat menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) dan Paralimpiade Nasional dengan tajuk “Berjaya di Tanah Legenda”, mengusung motto “Lili dan Lala” sepasang Surili, primata yang saat ini populasinya kian terancam. Seperti sebuah kebetulan, pada tahun 2016 ini pula di Jawa Barat dimulai pembangunan Kereta Cepat Indonesia China, sebuah sejarah yang mungkin akan menjadi Legenda baru dalam pembangunan Indonesia. Namun kini, siapa yang Berjaya? Apakah masyarakat Indonesia, masyarakat Jawa Barat, masyarakat tanah Legenda hari ini hanya akan seperti Surili yang semakin hari nasib hidupnya semakin terancam?
‘Hana nguni hana mangke, tan han nguni tan hana mangke’ yang berarti tiada masa kini tanpa ada masa lalu, masa kini adalah peninggalan masa lalu. Namun akan seperti apa bentuk masa depan apabila hari ini kita seperti ini? Apakah kita masih akan memiliki masa depan ataukah kita hanya akan bersisa sebagai Legenda? Lalu siapa yang Berjaya dengan Kereta Cepat Indonesia China (KCIC)?
Tinjauan Aspek Fisik dan Lingkungan
Berdasarkan dokumen AMDAL sejak April 2016 lalu, belum ada surat mengenai izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Padahal berdasarkan PP No. 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dan Permenhut 32/2010 jo. Permenhut 41/2012 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan karena ada kawasan hutan produksi yang dipakai seluas 279,2 hektar, di Resor Penguasaan Hutan (RPH) Wanakerta, Resor Penguasaan Hutan (RPH) Kutapohaci, Resor Penguasaan Hutan (RPH) Pinayungan, Resor Penguasaan Hutan (RPH) Teluk Jambe Karawang dan sebagian di Kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan aturan Undang-Undang Kehutanan, lahan pengganti hutan harus minimal 2 kali lipat dari luas lahan hutan yang dipakai di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sama. Bahkan surat rekomendasi dari Gubernur dan Bupati belum ada dalam dokumen AMDAL
Selain itu dari sisi fisik, dokumen Rancangan Rekayasa Rinci (DED/Detailed Engineering Design) baru selesai awal Agustus 2016 lalu, namun anehnya izin pembangunan telah keluar sejak 18 Juli 2016, tepat beberapa hari setelah Menteri Perhubungan di reshuffle. Tentu ini patut dipertanyakan. Sebesar 75% biaya proyek dari total investasi merupakan pinjaman dari China Development Bank (CDB), namun syarat pencairan pinjaman tersebut ialah dokumen perizinan pembangunan, sedangkan semestinya dokumen pembangunan keluar setelah DED selesai. Terlebih lagi, lahan yang dibebaskan baru 59%, proyek konstruksi dibangun secara inkremental atau terpisah-pisah, awalnya groundbreaking di Walini pada Kilometer 90an, lalu pembangunan dilanjutkan sepanjang 35 kilometer dari kilometer 5 hingga kilometer 40, padahal konstruksi Prasarana Kereta Cepat dengan Prasarana Jalan Tol, tentu tidaklah sama! Informasi bahwa Wijaya Karya hanya mendapat pengerjaan pengawasan (project supervisor) sedangkan pengerjaan pembangunan prasarana dilakukan oleh China Railway Group, dengan alasan ketidakmampuan teknologi juga tidak sesuai dengan muatan materi Perpres 107 tahun 2015 yang mengutamakan kandungan lokal. Lantas, siapa yang akan Berjaya?
Tinjauan Aspek Kegiatan dan Sumber Daya Ekonomi serta Sosial
Mengingat proyek kereta cepat ini sebenarnya secara finansial akan sangat merugi apabila hanya bertumpu pada ticketing atau sektor utama jasa transportasinya, maka sudah menjadi rahasia umum bahwa proyek ini juga terintegrasi dengan pembangunan Kawasan di sekitar stasiun yang dikenal dengan Transit Oriented Development/TOD. Sehinga sesungguhnya investasi megaproyek ini bukanlah mengatasi masalah transportasi Jakarta-Bandung. Motif proyek ini sesungguhnya adalah investasi properti dan industri di Megapolitan Bandung-Jakarta. Proyek ini memang bernilai sumber daya ekonomi tinggi namun apakah mempertimbangkan bagaimana nasib sumber daya sosial yang ada di sekitar jalur dan rencana stasiun? Apakah mempertimbangkan fungsi sosial dari ruang terkesan direndahkan? Mengapa pembangunan dilakukan dengan cara meminggirkan, dan memiskinkan masyarakat lokal, dan jauh dari cita-cita memberdayakan? Apalagi kejadian soil test pada April 2016 lalu, yang melibatkan 5 orang asing dari total 7 orang yang bekerja “hanya” mengecek kondisi tanah, sudah menjadi bukti kuat, bahwa terbukanya 39.000 lapangan kerja sebagai bangkitan pengerjaan proyek ini, hanyalah iming-iming belaka. Siapa yang akan Berjaya?
Tinjauan Aspek dan Hak-hak Masyarakat dan Tanggungjawab Pemerintah
Proyek kereta cepat ini juga mengancam hak-hak kemakmuran rakyat dalam berspasial, hak atas keadilan dalam ruang, hak atas ruang yang aman nyaman produktif dan berkelanjutan, hak atas tidak ada kesenjangan, hak atas aman dari bencana, hak atas nilai tambah ruang, hak atas penggantian yang layak apabila hak atas ruangnya ditukar. Apakah ketika kawasan di sekitar stasiun itu dibangun sebuah kota baru, dengan konsep Transit Oriented Development, maka masyarakat yang pada awalnya bermukim atau bekerja disitu, masih akan Berjaya di tanah kelahirannya? Ataukah mereka hanya akan menjadi Legenda?
Bagaimana perlindungan, pembinaan dan antisipasi yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi dampak-dampak negatif dari pembangunan ini? Bagaimana wujud tanggungjawab pemerintah, kehadiran pemerintah, untuk memastikan bahwa hak-hak masyarakat atas ruang tersebut tetap terjaga? Maka dengan ini, bertepatan dengan pembukaan Pekan Olahraga Nasional yang membawa tajuk Berjaya di Tanah Legenda, Kami, BEM Seluruh Indonesia Wilayah Jawa Barat menuntut Presiden Jokowi beserta Pemerintah RI untuk:
Membatalkan Proyek Pembangunan Kereta Cepat Indonesia-China sebelum adanya:
a. Penjelasan yang utuh dan transparan terkait berbagai kejanggalan dalam pembangunan kepada masyarakat luas
b. Komitmen serius dalam melindungi hak-hak atas ruang yang dimiliki masyarakat supaya pembangunan yang dilakukan mensejahterakan bukan meminggirkan apalagi memiskinkan masyarakat
c. Komitmen serius dalam mengutamakan kandungan lokal dalam segala aspek, ketenagakerjaan dan alih teknologi, pada Pembangunan Kereta Cepat Indonesia-China
Demikian pernyataan sikap kami sebagai bentuk kepedulian BEM SI Jabar terhadap pembangunan di wilayah Jawa Barat. Semoga kedepannya kita tidak hanya menjadi Surili yang hidupnya semakin terpinggirkan, semoga kita dapat Berjaya di Tanah Legenda kita, bukan sekedar menjadi “Legenda”.
Hidup Mahasiswa!
Hidup Rakyat Indonesia!
Ditulis Oleh Muhammad Guntur Purwanto
Koordinator Wilayah BEM Seluruh Indonesia Jawa Barat