Jakarta, Aktual.com – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mendorong pesantren untuk bisa beradaptasi dan berinovasi dalam merespons perkembangan teknologi demi menegaskan peranannya sebagai basis arus baru ekonomi umat.

“Kemudian inovasi yang diprakarsai oleh lembaga non-pemerintah dan inovasi yang diprakarsai oleh pemerintah,” ujar Yaqut dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (18/10), saat meluncurkan buku “100 Pesantren Ekonomi”.

Menurut dia, posisi pesantren begitu strategis sebagai basis alternatif ekonomi umat, sehingga perlu ada upaya untuk mendorong penguatan peran pesantren sebagai institusi pemberdayaan masyarakat.

Menurutnya, di era digital yang membuat sebagian besar hidup masyarakat tak bisa dilepaskan dari kemajuan teknologi demi memudahkan kehidupannya, sejatinya pesantren juga harus mengisi ruang-ruang tersebut.

“Terlebih dahulu memahami pesantren dan belajar dari pengalaman pemberdayaan masyarakat oleh pesantren, untuk kemudian menjawab tantangan yang dihadapi oleh pesantren di era digital ini,” kata dia.

Ia mengatakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren hadir sebagai landasan hukum yang kuat dan menyeluruh dalam penyelenggaraan pesantren demi memberikan penguatan terhadap kekhasan pesantren.

“UU Pesantren memberikan akses dan ruang gerak bagi pesantren untuk dapat bekerja sama, baik antarsesama pesantren maupun dengan lembaga lain, dan diberikan afirmasi dan fasilitasi dalam penyelenggaraan kerja sama tersebut,” kata dia.

Ia berharap, dengan terbitnya buku “100 Pesantren Ekonomi” bisa menjadi rujukan dalam mewujudkan model kemandirian pesantren.

“Pesantren tidak hanya berkontribusi dalam penguatan literasi keagamaan masyarakat sekitar, tapi juga ikut membantu mengembangkan ekonomi masyarakatnya,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag Achmad Gunaryo menjelaskan buku yang diterbitkan tersebut merupakan tindak lanjut dari kegiatan pemetaan pesantren ekonomi yang dilakukan pada 2020.

“Buku ini merupakan direktori sebagian pesantren yang memiliki kegiatan ekonomi. Kami laporkan ini baru sebagian pesantren saja, karena masih banyak pesantren yang memiliki kegiatan ekonomi yang belum kami hadirkan dalam bentuk buku seperti ini,” kata dia.

Menurutnya, buku tersebut dapat menjadi referensi bagi direktorat pendidikan diniyah dan pondok pesantren, kementerian, dan lembaga yang memiliki program-program penguatan ekonomi yang dapat dilaksanakan di pesantren.

“Karena memiliki kegiatan ekonomi yang bisa disinergikan, dan pesantren lain yang ingin mengadopsi kegiatan ekonomi yang telah dikembangkan,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
As'ad Syamsul Abidin