????????????????????????????????????

Jakarta, Aktual.com — Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri menegaskan bahwa pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pengupahan penting untuk perjuangan mencapai upah layak pekerja/buruh di Indonesia.

“Kita membutuhkan kepastian dalam upaya kita untuk meningkatkan kualitas hubungan industrial. Dengan regulasi ini, perjuangan bisa bergeser dari upah minimum kepada upah layak,” ujar Hanif usai bertemu perwakilan serikat pekerja/serikat buruh di Jakarta, Selasa (13/10).

Dengan disahkannya PP tersebut maka akan ada rumusan baku dalam bentuk formula kenaikan upah tiap tahun dan besaran kenaikan upah tiap tahun.

“Penggunaan formula ini menjadi penting untuk memberikan kepastian baik kepada pengusaha maupun pekerja. Kepada dunia usaha formula ini penting karena besaran kenaikan upah tiap tahun bisa diprediksi dan bagi pekerja formula itu memastikan bahwa kenaikan upah akan berlangsung tiap tahun,” papar Hanif.

Penghitungan upah minimum nantinya disebut Menaker akan menggunakan formula yang sederhana, adil dan dapat diprediksi dengan mempertimbangkan faktor penting yang bertujuan untuk mempertahankan daya beli dari upah yaitu faktor inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Meski demikian, serikat pekerja/buruh masih menyatakan keberatan dengan pembahasan RPP tersebut karena ada beberapa hal yang dianggap belum sesuai.

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengaku pihak pekerja/buruh tidak dilibatkan dalam pembahasan RPP yang akan dimasukkan dalam paket kebijakan ekonomi pemerintah keempat itu.

“Ada beberapa pasal yang tidak jelas mengenai struktur skala upah. Kalau tidak jelas, ini akan jadi masalah kedepannya,” ujarnya.

Salah satu hal yang belum jelas dikatakan Timboel adalah mengenai rasio upah. “Rasio upah harus ada, ini yang belum ada di RPP ini,” tambahnya.

OPSI juga disebutnya menginginkan agar ada perbaikan dalam penentuan kenaikan upah yang saat ini ditentukan oleh infasi dan PDB (pendapatan domestik bruto).

“Kita dorong agar (faktor) PDB ditetapkan 100 persen, bukan hanya 10 persen dalam perhitungan. Ditambah juga indeks risiko untuk antisipasi, besarnya tiga persen,” ujarnya.

Timboel menambahkan serikat pekerja/buruh juga menginginkan pembahasan kembali RPP tersebut sebelum ditetapkan. “Kita minta tidak ditetapkan 15 Oktober (2015),” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka