‘Menanam Masa Depan’ adalah sebuah tulisan inspiratif karya cendikiawan muslim Yudi Latif, disadur dari instagram pribadinya.

Saudaraku, ada satu jenis anarki yang mengancam keberlangsungan bangsa. Anarki ini mewabah karena tekanan orientasi sesaat yang menimbulkan retakan dalam kesinambungan antarwaktu.

Simon Caney menyebutnya dengan “intertemporal anarchy”. Fokus mengerjakan hal mendesak tidak harus dianggap sebagai kesalahan.

Kebakaran hutan memang harus segera dipadamkan. Namun, kita harus berpikir melampaui kobaran api, dengan perencanaan jangka panjang untuk memastikan kelestarian hutan terjaga.

Sebab, ujar John-Claude Juncker, mantan Presiden Komisi Eropa, “Kita tahu apa yang harus dilakukan, tetapi kita tidak tahu bagaimana terpilih kembali setelah melakukannya.”

Bahkan ketika ada pemimpin politik yang berpikir visioner dan bertindak dengan benar, tidak ada kerangka institusi yang menjamin keberlanjutan visi dan praktik baiknya.

Tendensi seperti itu memang seperti pandemi yang menyebar global. Hal itu tergambar dalam buku “The Long View: Why We Need to Transform How the World Sees Time”, karya Richard Fisher (2023).

Meski begitu, ada kekhawatiran bahwa anarki tersebut lebih merusak di negeri ini. Indonesia tidak cukup siap merancang masa depan dan menjaga kesinambungan pembangunan.

Berdasarkan “Intergenerational Solidarity Index”, posisi Indonesia berada di urutan 72 dari 122 negara.

Di negeri ini, gelaja short-termism begitu menggurita. Dalam politik, ada satir: dua tahun bekerja, setelah itu persiapkan pemilihan. Haluan jangka panjang diabaikan oleh janji musiman kampanye pemimpin politik.

Dalam bisnis, asal bisa tumbuh, kekayaan alam dikuras dengan merusak lingkungan dan kemakmuran berkelanjutan. Dalam media, asal viral mendulang algoritma pengikut, perhitungan dampak ikut dikorbankan.

Menurut survei Microsoft 2021, perilaku keberadaban Indonesia berdasarkan “Digital Civility Index” termasuk yang paling rendah di kawasan Asia-Pasifik.

Diperlukan keinsyafan bahwa kita ada hari ini karena rangkaian konsekuensi dan keputusan leluhur terdahulu, dan itu menyiratkan tanggung jawab kita terhadap masa depan anak cucu.

Seorang muda bertanya pada seorang syeikh tua yang sedang menanam pohon, “Untuk apa menanam sesuatu yang tuan sendiri tidak akan menikmati buahnya?”

Syeikh itu pun menjawab, “Apakah yang kamu makan adalah hasil yang kamu tanam sendiri?”

 

“Artikel inspiratif ‘Menanam Masa Depan‘ oleh Yudi Latif membahas ancaman anarki intertemporal yang mengancam keberlangsungan bangsa. Penulis mengajak untuk melampaui orientasi sesaat dan memprioritaskan perencanaan jangka panjang dalam pembangunan. Temukan pemikiran visioner, tantangan, dan solusi untuk menjaga keberlanjutan visi dan praktik baik di Indonesia. Pengetahuan tentang intergenerasional dan dampak keberadaban digital juga diungkap dalam artikel ini.”

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan