Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah tidak terima dipecat dari Partai Keadilan Sejahtera saat memberikan keterangan pers di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (4/4). Fahri merasa tidak mempunyai kesalahan yang membuatnya harus dipecat dari partai, jika yang dipermasalahkan adalah sikap dan gaya bicaranya, maka itu tidak bisa dijadikan alasan ujarnya. FOTO: AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, Aktual.com – Terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama menangis saat membacakan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri Jakarta Utara, yang dilangsungkan di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (13/12).

Dia tak kuasa menahan tangis saat bercerita tentang kedekatan dengan keluarga angkatnya yang muslim.

Wakil ketua DPR RI Fahri Hamzah mewajarkan sikap Ahok tersebut sebagai hal yang manusiawi. Ia menilai, gubernur non-aktif DKI itu tengah mengalami goncangan dalam batinnya sendiri.

“Saya kira ada benturan ke jiwanya. Ada goncangan jiwa yang paling dalam karena yang menyerang dia adalah unsur keyakinan,” ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/12).

Dia menambahkan, karena perkara ini ada hubungannya dengan struktur keyakinan maka menjadikan orang mudah menangis. Menurutnya, tak gampang orang menjadi tegar, apalagi ada dramatisasi yang luar biasa yang Fahri khawatirkan sidang pengadilan tadi terpengaruh tekanan dari luar.

“Saya bisa mengerti orang seganas Ahok bisa menangis. Karena soal hati ini kan di dalam. Enggak gampang orang menjadi tegar dalam situasi sekarang ini,” jelas Fahri.

Fahri pun menilai “Drama Tangisan Ahok” dalam pembacaan nota pembelaan bukanlah pura-pura atau akting belaka.

“Akting dilakukan orang yang tingkat pengendalian dirinya tinggi. Kalau dia harus akting, tidak sesuai dengan karakter dia selama ini,” cetusnya.

Fahri mengaku sempat menonton jalannya sidang Ahok yang ditayangkan televisi secara langsung, dan melihat calon gubernur DKI itu menangis. Ia meyakini, ada hal yang menggoncang sendi keyakinan Ahok. Sebab, kata Fahri, pasal penistaan agama itu bukan soal hukum, tapi soal keyakinan.

“Beda dengan korupsi atau kasus umum. Apalagi mendatangkan reaksi dari banyak orang tentu mengguncang,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby