Jakarta, Aktual.com – Indonesia berada di peringkat ke-22 dunia dalam kemajuan 5G, menurut lembaga riset Omdia, Maret 2020.

Riset tersebut menunjukkan bahwa Indonesia berada pada posisi kedua pemimpin progres 5G di Asia Tenggara, setelah Singapura. Sementara, negeri ginseng Korea Selatan menduduki posisi puncak negara yang memimpin 5G secara global.

Bicara global, sudah ada 392 operator di 126 negara yang telah mengambil ancang-ancang untuk menerapkan 5G, mulai dari investasi, uji coba (trial), atau bahkan mereka yang baru mengumumkan akan membawa teknologi internet generasi ke-5 itu dalam waktu dekat.

Sementara itu, baru 92 operator di 38 negara yang secara penuh telah meluncurkan 5G secara komersial. Sebagian besar bentuknya mobile, ada 84 operator, kemudian 37 operator atau sekitar 40 persen dari angka itu masih mencoba use case pertama dari 5G menggunakan fixed broadband.

Dari jenis perangkat, pada Januari 2020 jumlah perangkat 5G yang telah terdaftar tembus 200 tipe perangkat. Angka ini naik pada Juli 2020 menjadi 364 tipe perangkat. Dari jumlah tersebut, sekitar 152 tipe perangkat yang benar-benar telah komersial yang tersedia di pasaran.

Menariknya, dari jumlah tersebut 113 di antaranya berbentuk smartphoneDemikan data yang disampaikan Kasubdit Penataan Alokasi Spektrum Dinas Tetap dan Bergerak Darat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Adis Alifiawan, dalam seminar daring yang digelar belum lama ini.

Soal kemampuan, 5G tidak melulu bicara tentang kecepatan, tapi ada perbaikan latensireliabilitymobility dan juga kemampuan massive IoT.

“Dua per tiga kemampuan 5G itu justru bicara IoT,” ujar Adis.

Yang menarik, Adis mengatakan bahwa 5G harus dipahami tidak hanya sekedar “the next G” tapi juga harus dimaknai sebagai lompatan baru ke era “everything is connected“, era transformasi digital.

Progres

Pada awal Agustus 2020, Presiden RI Joko Widodo telah mempersiapkan peta jalan transformasi digital di sektor-sektor strategis, baik di pemerintahan, di layanan publik, bantuan sosial, pendidikan, kesehatan, perdagangan industri, termasuk juga sektor penyiaran.

Presiden mengatakan pandemi COVID-19 harus dijadikan momentum untuk melakukan transformasi digital karena pandemi mengubah secara struktural cara kerja, cara beraktivitas, cara berkonsumsi, cara belajar, hingga cara bertransaksi.

Kominfo memiliki lima agenda utama dalam percepatan transformasi digital di Indonesia. Pertama, perluasan akses dan peningkatan pembangunan infrastruktur digital, dan kedua pembuatan peta jalan transformasi digital di sektor strategis.

Pemerintah, dalam poin ketiga percepatan transformasi digital Indonesia, juga akan mempercepat integrasi pusat data. Agenda keempat berkaitan dengan ketersediaan talenta digital, sementara yang terakhir berupa regulasi dan skema pembiayaan serta pendanaan.

Jauh sebelum pandemi COVID-19, pada 2018 Kementerian Perindustrian telah mencanangkan roadmap “Making Indonesia 4.0,” yang menjadi langkah strategis untuk masuk ke industri 4.0. Salah satu hal untuk dapat mencapai ini adalah dengan solusi teknologi 5G.

Sehingga, bicara soal pandemi kebutuhan kapasitas besar 5G dapat menjadi solusi. Sementara, ketika bicara soal industri 4.0, 5G menjadi daya saing yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika KominfoIsmail, mengatakan jika negara sudah mengadopsi teknologi 5G, maka solusi IoT tidak sekadar mempertahankan produktivitas masyarakat, melainkan memperluas solusi teknologi yang ditawarkan oleh IoT.

IoT akan bisa menciptakan solusi yang lebih masif lagi dengan 5G,” ujar Ismail, saat webinar “IoT for Resilience in The Face of Pandemics,” awal pekan ini.

IoT pada dasarnya mengandalkan sensor dan konektivitas agar perangkat bisa dikendalikan dari jarak jauh, yang disebut Ismail sangat pas dengan kebutuhan saat ini.

Transformasi digital sudah mulai berjalan di Indonesia, karena pandemi virus corona mengharuskan masyarakat berkegiatan dari jarak jauh dan meminimalisir kontak fisik dengan orang lain.

Setelah transformasi digital, lalu, di mana posisi kemajuan 5G Indonesia di peta dunia?

Sejumlah negara masuk dalam golongan yang mulali beralih ke 5G, termasuk Amerika Serikat, Korea Selatan dan China, dan saat ini masih dalam tahapan “merangkak, belum sampai berdiri tegak, apalagi berlari.”

Negara-negara yang melakukan implementasi awal 5G masih dalam tahapan bicara soal kecepatan atau enhanced mobile broadband (eMBB). Sebab, perlu aspek non-teknis, misalnya dalam kasus mobil swakemudi, yang kemudian sedikit perlu penyesuaian untuk sampai ke “cita-cita 5G.

“Kalau sampai ultimate 5G perlu waktu, setidaknya 10 tahun, karena masih ada prediksi, bahkan 2025, 5G masih remaja, karena dari sisi user needs belum benar-benar terbentuk demand untuk masuk ke situ,” kata Adis.

Tapi itu bukan berarti kita tidak menyiapkan diri karena 5G is a must, keharusan, sebuah keniscayaan, mau enggak mau kita harus masuk ke era itu untuk bisa bersaing.

Kesiapan

Dalam Asian Games 2018, Kominfo memanfaatkan pesta olahraga tersebut sebagai ajang untuk memamerkan teknologi 5G, sekaligus menjadi sarana edukasi, dengan membawa sejumlah use case, mulai dari kendaraan otonom, robot, hingga perangkat VR (realitas virtual).

Pada 2018 hingga 2019 sejumlah operator seluler Indonesia juga telah mulai melakukan uji coba pemanfaatan 5G.

Menyoal frekuensi, pita 3.5GHz, yang merupakan kandidat paling kuat untuk menjadi “rumah” adopsi 5G, saat ini masih digunakan satelit, dan bahkan menjadi jangkar karena ketahanan terhadap curah hujan, sesuai dengan iklim tropis Indonesia.

Lebih dari itu, ketergantungan terhadap pita 3.5GHz ini ditambah pula dengan kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Artinya, satelit tidak bisa dimatikan.

Teknologi 5G yang berbasis frekuensi, tentu saat memilih frekuensi tidak bisa menjadi “semau gue”, namun harus mengikuti arus global. Salah satu yang menjadi rekomendasi Persatuan Telekomunikasi Internasional (ITU) dalam hasil World Radiocommunication Conference 2019 adalah frekuensi 3.5GHz.

Saat ini, Kominfo sedang menyiapkan uji coba di pita 3.5GHz, untuk mendapatkan kepastian empiris kemungkinan 5G untuk bisa muncul di pita 3.5GHz, dan pada waktu bersamaan tidak mengganggu layanan satelit, yang saat ini krusial digunakan di sektor perbankan, termasuk pengoperasian mesin ATM.

“Tugas kami di Kominfo ngakurin anak lama sama anak baru, istilahnya begitu,” ujar Adis.

Selain frekuensi, kesiapan mengadopsi 5G juga harus didukung dengan regulasi. Kominfo telah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja untuk mengupgrade regulasi telekomunikasi, yang usianya bahkan tidak lagi ABG, lebih dari 21 tahun atau tepatnya disahkan pada 1999.

Pembaruan regulasi diperlukan untuk mendukung jaringan 5G, yang berlapis, ibarat hamburger. Mulai dari yang paling bawah infra-sharing, selanjutnya network sharing sebagai “daging,” kemudian yang paling atas spectrum sharing.

RUU Cipta Kerja akan memuat soal perpindahan siaran analog ke digital dan berbagi infrastruktur pasif. Kebijakan untuk berbagi jaringan dan infrastruktur merupakan salah satu kunci untuk adopsi teknologi jaringan 5G karena bisa mengurangi biaya sekitar 40 persen.

Efisiensi tersebut akan diwujudkan dalam bentuk berbagi spektrum (spectrum sharing) — untuk jaringan 5G yang mencakup frekuensi lowermiddle dan high band — dan berbagi infrastruktur pasif.

Jika 3.5GHz menjadi kandidat kuat untuk high band, berkaitan dengan low band, Ismail menyatakan setelah ada RUU Cipta Kerja, isu mengenai frekuensi 700MHz yang kini digunakan untuk siaran analog akan bisa diselesaikan.

Terkait dividen digital, jika migrasi analog ke digital telah dapat dilakukan, maka frekuensi tersebut dapat dirilis untuk spektrum jaringan 5G.

Melengkapi ekosistem, sejumlah vendor smartphone telah menghadirkan ponsel yang ditenagai chipset berkemampuan 5G di Indonesia. Ponsel 5G yang ada di pasaran padat pada segmen atas atau highend.

Namun, dominasi pada segmen harga tersebut kian merata pada midend, bahkan dalam waktu dekat kemampuan 5G akan menjadi motor penggerak ponsel lowend, setelah produsen chipset asal Amerika Serikat merilis chipset terbaru yang ditujukan untuk ponsel dengan harga terjangkau.

Selanjutnya, untuk menyiapkan ekosistem dalam mengadopsi teknologi 5G, Kominfo juga telah membentuk task force atau gugus tugas internal, yang tidak hanya terdiri dari direktorat yang erat kaitannya dengan frekuensi, tetapi juga direktorat yang mengurusi aplikasi terkait dengan startup.

Sehingga, ketika 5G diadopsi diharapkan ekosistem telah siap untuk dapat diterapkan dalam berbagai kasus penggunaan untuk platform startup, mulai dari gaming hingga e-commerce.

Lebih jauh, Kominfo juga telah bekerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) SDM terkait meningkatkan literasi dan talenta digital di Indonesia untuk kesiapan pemanfaatan teknologi 5G.

Pemerintah, melalui Kominfo, tengah mempercepat proses Analog Switch Off, migrasi penyiaran televisi (TV) analog ke TV digital, yang di dalamnya termasuk penataan frekuensi yang di antaranya telah disiapkan untuk digunakan untuk 5G.

Kita harapkan proses persiapan menuju penerapan 5G di Indonesia bisa berjalan lebih cepat dari yang direncanakan, meskipun ada hal lain yang juga sangat penting, yakni pembangunan ekosistemnya, sehingga negara dan bangsa kita tidak hanya menjadi pasar tapi juga menjadi tuan rumah di negeri sendiri dalam teknologi ini.

Jadi, penyiapan ekosistem yang memadai menjadi sangatlah penting ketimbang sekadar membawa masuk teknologi 5G ke Indonesia, karena berperan besar dalam pengembangan teknologi ini ke depan akan menentukan nasib bangsa kita, apakah hanya akan menjadi pasar atau menjadi “pemain” di negeri sendiri dan mempunyai daya saing global pada berbagai sektor pemanfaat teknologi. (Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin