SKL itu sendiri berisi pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya. Hal itu berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham, atau yang lebih dikenal dengan Inpres tentang release and discharge.

Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat krisis moneter tahun 1998. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pada bulan Desember 1998, BI menyalurkan BLBI sebesar Rp147,7 triliun kepada 48 Bank.

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan menyebutkan, dari dana BLBI itu, negara dirugikan sebesar Rp138,4 triliun atau 95,878 persen. Sementara, audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menemukan penyimpangan sebesar Rp54,5 triliun dari 42 Bank penerima BLBI. BPKP menyimpulkan, Rp53,4 triliun dari penyimpangan itu terindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan. Aktual.com pernah memuat artikel dengan judul “Membuka Kotak Pandora SKL BLBI Lewat Megawati”.

Meski demikian, KPK memutuskan tidak akan memperkarakan kebijakan, sekalipun, Inpres ini yang menjadi dasar penerbitan surat lunas untuk obligor BLBI oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

“Kita, kan, tidak selalu menyoroti policy, kita menyoroti pelaksanaan. Policy pada waktu itu kita tidak permasalahkan,” kata Ketua KPK, Agus Rahardjo beberapa waktu silam.

Memang sejak mengumumkan penetapan Syafruddin Tumenggung sebagai tersangka, KPK sudah buru-buru menyimpulkan tidak ada unsur korupsi dalam kebijakan Megawati Soekarnoputri.

“Memang itu kebijakan pemerintah, tapi tidak menjadi suatu tindak pidana korupsi,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam keterangan pers di kantornya, Selasa (25/4).

Menurut Basaria ketika itu, suatu kebijakan akan menjadi tindak pidana apabila di dalam proses dikeluarkannya ada sesuatu yang dimanfaatkan oleh orang yang mengeluarkan kebijakan tersebut untuk kepentingan pribadi. Atau, bisa juga dimanfaatkan untuk menguntungkan kelompok atau orang lain.

Selang satu hari penetapan Syafruddin, Presiden Joko Widodo pun mengeluarkan pernyataan yang sama, yakni kasus dugaan korupsi SKL BLBI tidak bisa langsung dikaitkan dengan Megawati.
Jokowi yang notabene kader PDIP Itu pun meminta publik memahami perbedaan makna pembuatan dan pelaksanaan kebijakan Presiden.

“Bedakan yang paling penting, bedakan mana kebijakan dan mana pelaksanaan. Ya, keputusan Presiden, peraturan Presiden, instruksi Presiden, itu adalah sebuah kebijakan. Itu kebijakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Pelaksanaan itu wilayah yang berbeda lagi, tapi detail itu tanyakan ke KPK,” kata Jokowi di JCC Jakarta, Rabu, 26 April 2017.

Sementara Syafruddin Tumenggung yang mengeluarkan kebijakan atas kebijakan yang dibuat Megawati dianggap KPK berbeda.

Alumnus jurusan Planologi Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1983 itu kedapatan mengusulkan pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham atau SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby