Menurut dia, kewajiban Sjamsul sudah diserahkan kepada BPPN sehingga mendapat SKL BLBI, sebagai salah satu obligor ketika itu.
“Jadi apa yang dilakukan itu sudah sesuai dengan perundang-perundangan yang berlaku sesuai dengan prosedur dan beliau juga sudah memutus sesaui dengan keputusan dari KKSK (Komite Kebijakan Sektor Keuangan) sendiri,” kata Yusril.
Yusril mengatakan yang menjadi persoalan dan munculnya kerugian negara ketika aset Sjamsul senilai Rp4,8 triliun dijual oleh Menteri Keuangan pada 2007 hanya Rp220 miliar. Yusril menyebut Syafruddin sudah tak berwenang saat penjualan dilakukan lantaran BPPN sudah dibubarkan pada 2004.
“Di situ Rp4,8 triliun kok dijual Rp200 miliar, jadi kerugian negara. Lalu kenapa pak Syafrudin yang dituntut ke pengadilan Tipikor. Yang menjualkan Menteri Keuangan 2007 itu dan tugas BPPN kan sudah selesai,” ujarnya.
Selain itu menurut Yusril dalam kasus ini terdapat dua unsur permasalahan yang berbeda, yakni BLBI yang diterima oleh BDNI pada periode krisis ekonomi lalu dan utang petani plasma dengan BDNI.
“Jadi, kalau Pak Sjamsul Nursalim itu sebagai pemangku kepentingan BDNI sudah melakukan segala kewajibannya untuk melunasi berbagai hal di tahun 1999 ya berarti kan sudah lunas,” ujar Yusril
Sementara, terkait utang yang tidak bisa dibayarkan oleh petani plasma, itu bukan menjadi tanggung jawab Sjamsul. Yang harus membayar utang tersebut adalah PT PPA.
KPK Sasar Korporasi Penerima SKL BLBI
Sebaliknya KPK berencana menyasar PT Gajah Tunggal Tbk sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas BLBI kepada Sjamsul Nursalim selaku obligor BDNI.
“Insya Allah (menjerat korporasi dalam kasus SKL BLBI). Ya (PT Gajah Tunggal), nanti kita ikutilah, pelakunya siapa, gitu kan,” ujar Ketua KPK Agus Rahardjo beberapa waktu lalu.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby