Darmawan mengatakan 97 persen warga asli Kampung Naga sudah bertempat tinggal di luar desa. Warga kampung naga di luar disebut dengan istilah “sanaga” atau satu keturunan Kampung Naga. Warga Kampung Naga sudah menyebar terutama di tiga kecamatan, yaitu Slawu, Puspahiyang, dan Cigalontang.

Keturunan Kampung Naga yang tinggal di luar disesuaikan dengan kondisi luar, artinya boleh memakai rumah permanen dan listrik, namun tetap mengikuti upacara adat setahun enam kali, terutama setiap hari besar Islam.

Agama Islam sendiri diperkirakan masuk ke Kampung Naga pada abad XIV. Sebuah masjid didirikan di sebelah timur lapangan sentral atau semacam alun-alun di kampung tersebut.

Salah satu hal yang unik di Kampung Naga adalah dikaitkannya hari raya umat Islam dengan larangan adat yang berlaku di desa tersebut. Terdapat tiga hari larangan mengadakan kegiatan adat, yaitu pada Selasa, Rabu, dan Sabtu. Pada hari-hari tersebut, Kampung Naga tidak boleh melakukan kegiatan adat.

Namun, larangan tersebut ditoleransi ketika penduduk Kampung Naga merayakan Idul Fitri. Misalnya Lebaran jatuh pada Selasa, maka salat Id tetap dilakukan pada Selasa namun upacara adat hajat sasih dilaksanakan pada Kamis.

Sedangkan apabila Lebaran jatuh pada hari yang bukan termasuk larangan, maka akan dilangsungkan upacara adat langsung setelah salat Id.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby