Jakarta, Aktual.com – Faktor loyalitas akan menjadi pertimbangan penting bagi Presiden Joko Widodo dalam mengangkat Panglima TNI pengganti Marsekal TNI Hadi Tjahjanto yang segera pensiun.

Demikian disampaikan oleh Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi kepada wartawan, Selasa (5/10).

“Secara politik, saya kira kebutuhan Presiden hari ini adalah sosok panglima yang memiliki loyalitas total, terutama untuk memuluskan agenda-agenda politik kenegaraan dan pemerintahan,” katanya.

Dikatakannya bahwa Panglima TNI tidak boleh memiliki agenda sendiri di luar agenda politik negara, terlebih terkait politik kekuasaan. Untuk itu, Presiden maupun DPR diharapkan tidak terjebak dalam pembangunan citra dan reputasi di ruang-ruang digital. “Realitas yang ada harus dilihat secara jernih dan objektif,” ujarnya

Pertimbangan lain, menurut Khairul, adalah pentingnya menjaga kesetaraan posisi dan kesempatan bagi tiap matra, faktor usia, dan memperhatikan bentuk-bentuk ancaman potensial.

Ia menegaskan, siapa pun yang menjadi Panglima TNI pengganti Hadi Tjahjanto akan dihadapkan pada sejumlah tantangan besar. 

Selain konflik Laut China Selatan yang kembali memanas dan rencana pembangunan kapal selam bertenaga nuklir oleh Australia, ada pula tantangan terkait pengembangan organisasi, moral dan kompetensi prajurit, modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista), kesejahteraan prajurit, dan penjagaan terhadap potensi peran berlebihan dan eksesif TNI yang melampaui batasan tugas pokoknya.

Lebih lanjut Khairul Fahmi pun menyinggung kekhawatiran yang sering muncul terkait kemampuan menyelesaikan masalah sebagai salah satu kriteria ideal Panglima TNI. Ia menilai kekhawatiran itu tidak berdasar.

“Tak perlu ada kekhawatiran terkait kemampuan menyelesaikan masalah. Seorang Panglima TNI tidak bekerja sendiri. Dia akan didukung dan ditopang oleh para staf dan komandan satuan di jajaran Mabes TNI maupun di tiap-tiap matra,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid