Jakarta, Aktual.com – Sekalipun krisis melanda, masih ada peluang yang tercipta untuk diraih. Krisis juga jangan diartikan kecilnya harapan untuk pulih kembali.
Dalam bahasa China kata “krisis” terdiri dari dua suku kata, yakni wei dan ji. Wei memiliki arti bahaya, dan Ji memiliki arti kesempatan. Jadi, apabila kita gabungkan kedua suku kata itu maka kata “krisis” secara spesifik menyampaikan bahwa di dalam krisis juga ada kesempatan.
Tak ada yang menyangka, tahun 2020 diterjang krisis yang bermula dari persoalan sektor kesehatan dan meluas hingga ke sektor ekonomi.
Terpukulnya sektor ekonomi terlihat jelas pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mengalami kontraksi.
Pada triwulan I, perekonomian Indonesia hanya mencapai 2,97 persen. Pada triwulan II, tercatat minus 5,32 persen. Dan pada triwulan III-2020 minus 3,49 persen (yoy), atau sedikit membaik dari triwulan sebelumnya.
Praktis semua komponen menunjukkan perlambatan, baik konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, hingga ekspor barang dan jasa.
Namun, situasi tidak sepenuhnya buruk, ada kesempatan dalam investasi saham seiring dengan perbaikan perekonomian Indonesia pada triwulan III-2020.
Saat terjadi krisis ekonomi, biasanya harga sahamlah yang paling pertama turun. Sebaliknya, saat ekonomi pulih, harga saham pulalah yang akan pertama kali mengalami kenaikan.
Dalam situasi krisis, investasi tetap masih dibutuhkan masyarakat. Di tengah terbatasnya ruang gerak masyarakat dari kebijakan PSBB, instrumen saham dapat menjadi pilihan karena dapat dilakukan secara daring.
Minat investasi
Berdasarkan data jumlah investor Pasar Modal Indonesia yang tercatat di PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per Juli 2020, yang terdiri atas investor saham, reksa dana, dan obligasi tercatat tumbuh sebesar 22 persen dari tahun 2019 lalu, menjadi 3,02 juta investor.
Dari jumlah itu, 42 persen diantaranya merupakan investor saham. Hal ini membuktikan bahwa kepercayaan publik terhadap Pasar Modal Indonesia masih terus meningkat.
Kondisi pandemi COVID-19 ternyata tidak menyurutkan minat investor untuk menempatkan dana pada instrumen saham.
Hal itu juga ditandai dengan meningkatnya jumlah rerata harian investor ritel saham yang melakukan transaksi sejak Maret sampai dengan Juli 2020, atau meningkat 82,4 persen dari bulan Maret 2020 sebanyak 51 ribu mencapai 93 ribu investor pada Juli 2020.
Angka investor ritel yang bertransaksi di bulan Juli itu berada di atas rata-rata investor aktif ritel sejak awal tahun 2020 yang sebanyak 65 ribu investor ritel.
Salah satu investor baru yang baru bergabung tahun ini adalah Intan Pratiwi (26 tahun). Intan mengaku tertarik berinvestasi saham untuk menambah variasi investasi.
“Daripada uangnya disimpan di tabungan, tergerus biaya administrasi dan inflasi,” kata Intan.
Selama ini, ibu satu anak ini sudah memiliki investasi di reksa dana, emas dan deposito. Menurutnya, berinvestasi di saham bisa memberikan keuntungan tersendiri dan menambah pendapatan.
Selain itu, harga saham yang pada tahun ini cenderung murah membuatnya semakin tertarik dan mulai membuka rekening saham di sekuritas. Ditambah, online trading memudahkannya mengecek pergerakan saham serta bisa bertransaksi kapan saja.
Ia mengaku sudah mengoleksi sejumlah saham atas rekomendasi teman-temannya dan inisiatif sendiri. Intan mengaku akan menambah koleksi sahamnya secara berkala.
Kalau untungnya sudah dirasa cukup, bolehlah dinikmati hasilnya, kata pekerja swasta ini.
Berdasarkan catatan Bursa Efek Indonesia, sejak jatuh akibat krisis virus corona, IHSG sempat mencapai titik terendahnya pada 24 Maret 2020. Saat itu, IHSG ditutup pada level 3.937,63 atau turun sekitar 37 persen dari perdagangan awal tahun.
Untuk kali pertama IHSG melewati level psikologis 4.000 dan merupakan level yang sama pada 2012.
Jika dihitung IHSG per Kamis (26/11/2020) yang berada di level 5.759,92 dibandingkan posisi terendahnya tahun ini, maka IHSG sudah mencatatkan kenaikan sekitar 46 persen.
Artinya, investor baru tahun ini yang mulai aktif sejak awal pandemi berpotensi meraup keuntungan setidaknya di atas 10 persen.
Menurut Intan, krisis COVID-19 dapat dijadikan momentum yang tepat untuk memulai investasi, khususnya di saham. Apalagi, saat ini mudah bagi seseorang untuk berinvestasi.
Sudah banyak website dan media sosial yang memberikan edukasi tentang investasi saham.
Peredam kejut
Minat masyarakat untuk berinvestasi di pasar saham yang semakin meningkat merupakan hal positif bagi industri pasar modal di nasional.
Situasi itu akan membuat industri lebih tahan guncangan saat mengalami gejolak. Investor lokal dapat berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber) ketika investor asing keluar dari pasar.
Kalau dulunya investor ritel berinvestasi dari pasar saham karena ikut-ikutan teman saja, saat ini investor ritel sudah semakin pintar dalam berinvestasi saham.
Bahkan investor ritel sudah menggunakan analisa teknikal, fundamental, dan bahkan ada juga yang lebih berpikir jauh ke depan (futurist).
Seiring berjalannya waktu, jumlah investor di dalam negeri di segmen ritel tentu akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat inklusi dan literasi keuangan di Indonesia.
Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLIK) ketiga yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019 menunjukkan indeks literasi keuangan mencapai 38,03 persen dan indeks inklusi keuangan 76,19 persen.
Angka itu meningkat dibanding hasil survei OJK 2016 yaitu indeks literasi keuangan 29,7 persen dan indeks inklusi keuangan 67,8 persen.
Inklusi keuangan dapat diistilahkan terwujud jika seluruh orang dapat mengakses layanan keuangan dengan mudah dan bertanggung jawab.
Sementara, literasi keuangan adalah pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan pemahaman tentang konsep dan risiko, keterampilan agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks finansial.
Dengan terciptanya literasi keuangan, masyarakat Indonesia dapat menentukan produk dan layanan jasa keuangan yang sesuai dengan manfaat dan tingkat risikonya.
Pandemi, setidaknya telah menyadarkan sebagian masyarakat akan pentingnya berinvestasi dalam rangka mempersiapkan dana darurat dan meraih kemapanan.
Namun, alangkah baiknya menempatkan dana investasi, khususnya saham berdasarkan fundamental dan analisa teknikal yang baik. Dengan begitu, terbuka potensi imbal hasil yang maksimal dari dana yang diinvestasikan itu. (Antara)
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin