Jakarta, Aktual.com – Asep, pemuda berumur 26 tahun warga Kabupaten Bogor hanya bisa duduk termangu menunggu pembeli lapak dagangannya di salah satu sudut kawasan Pasar Minggu Jakarta Selatan.

Pembeli tidak kunjung datang padahal jam sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB.

Pedagang musiman yang berjualan pakaian ini mengaku sudah capek untuk “kucing-kucingan” dengan petugas Satpol PP yang berpegang kepada Pergub Nomor 33 Tahun 2020 mengenai pedoman pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Pergub ini menjadi landasan bagi Satpol PP untuk melakukan penindakan terhadap sektor usaha di luar yang dikecualikan selama pemberlakuan COVID-19.

Padahal pedagang seperti Asep ini hanya berharap bisa mendapatkan sedikit penghasilan menjelang Lebaran. Namun karena sandang bukanlah sektor usaha yang dikecualikan maka cara berdagangnya terpaksa harus dengan sembunyi-sembunyi.

Tidak hanya Asep, sektor usaha lainnya termasuk perkantoran yang ada di gedung-gedung kawasan bisnis Jakarta juga ditutup selama PSBB. Sampai Senin (18/5), Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertrans-E) DKI Jakarta mencatat sudah 1.222 perusahaan melanggar PSBB di ibu kota (meningkat dari 1.213 perusahaan pada Jumat 15 Mei 2020).

Penutupan ini karena berbagai alasan, mulai dari bukan termasuk sektor yang dikecualikan sampai pada tidak mematuhi kebijakan PSBB seperti tidak mengenakan masker, tidak menjaga jarak, tidak menyediakan fasilitas cuci tangan dan beberapa protokol kesehatan lainnya.

Sejumlah sektor usaha sudah terkena dampak dari Pergub 33 ini, mulai dari sanksi surat teguran, penutupan sementara, penyegelan, denda. Bahkan pencabutan surat izin usaha. Kasus terakhir seperti dialami restoran siap saji McDonald’s yang didenda Rp10 juta karena dianggap abai terhadap larangan berkumpul.

Konstruksi
Lantas pertanyaannya sekarang apakah sektor-sektor yang dikecualikan dalam PSBB tetap dapat beroperasi? Kenyataannya tidak demikian, seperti sektor konstruksi dan infrastruktur yang seharusnya aman ternyata juga terganggu dengan Pergub 33 ini.

Seperti diutarakan Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo), Peter Frans, banyak kantor anggotanya yang juga ditutup karena dianggapnya bukan sektor konstruksi.

Dalam pengertian petugas Satpol PP yang dimaksud sektor konstruksi adalah pekerja yang ada di proyek. Sedangkan perkantoran yang ada di gedung-gedung Jakarta tetap harus tutup.

Padahal keberlangsungan pekerjaan di proyek sangat bergantung kepada dukungan dari kantor yang ada di Jakarta. Kasus ini menunjukkan antara pengambil kebijakan dengan petugas yang ada di lapangan belum sejalan.

Peter mengatakan paling penting saat ini agar kantor-kantor sektor yang dikecualikan termasuk cabang-cabangnya dapat berjalan. Tujuannya agar ekonomi bisa berjalan meskipun negara tengah menghadapi pandemi.

Dari data Kementerian Keuangan, terdapat empat sektor yang harus terus dijaga agar tidak mengganggu target pertumbuhan ekonomi selama pandemi COVID-19. Empat sektor itu meliputi manufaktur memberi kontribusi 20 persen terhadap PDB, perdagangan (13,2), pertanian (12,8) dan konstruksi 10,7 persen terhadap PDB.

Sektor-sektor ini seharusnya dapat berjalan tentunya dengan memberlakukan protokol pencegahan penularan COVID-19 yang ketat mulai dari penggunaan masker, kacamata atau pelindung muka, jaga jarak fisik, penyemprotan disinfektan dan larangan berkumpul. Bahkan sektor tertentu perlu menggunakan baju hazmat.

Penerapan karantina atau pemeriksaan kesehatan terhadap tamu yang datang menjadi hal yang wajib untuk memastikan virus corona tidak masuk ke dalam lingkungan perusahaan.

Dengan diberlakukan protokol ketat di masing-masing perusahaan maka bakal munculnya klaster baru COVID-19 dalam satu pabrik atau kantor dapat diminimalisir.

Menakar
Penting bagi Pemprov DKI Jakarta untuk menakar kebijakan perpanjangan PSBB tanggal 24 Mei sampai dengan 4 Juni dengan menghitung potensi kerugian ekonomi mulai dari hilangnya pendapatan pajak sampai dengan pekerja yang kehilangan penghasilannya.

Evaluasi juga penting dilakukan untuk mengetahui PSBB yang sudah berjalan selama ini apakah sudah cukup efektif untuk menekan penularan COVID-19. Yang lebih penting lagi berapa anggaran yang sudah dikeluarkan untuk layanan kesehatan dan sembako yang harus disalurkan karena warga dan pekerja kehilangan penghasilannya.

Solusi yang dapat ditawarkan agar sektor yang selama ini menjadi andalan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi terus didorong untuk tetap beroperasi. Tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Sedangkan bagi korban PHK tetap disediakan jaring pengaman sosial dengan memberikan pelatihan untuk bidang tertentu, bantuan sembako serta menyelenggarakan proyek padat karya untuk membangun fasilitas umum seperti sanitasi, air bersih dan lainnya.

Di masa pendemi ini sektor-sektor usaha seharusnya tetap harus berjalan pararel dengan upaya-upaya menanggulangi wabah ini. Apalagi sektor usaha saat ini juga ikut terlibat dalam membantu pemerintah menangani pandemi COVID-19 menggunakan dana CSR termasuk ikut dalam program Kolaborasi Sosial Berskala Besar (KSBB) yang digagas Pemprov DKI Jakarta.

Kondisi Jakarta saat ini menuntut kebijakan yang berimbang antara membangun iklim usaha dengan penanganan wabah COVID-19. Terlalu berlebihan memberikan bantuan kepada masyarakat juga tidak mendidik.

Karena itu, udah saatnya secara bertahap sektor usaha dipulihkan termasuk memberikan iklim yang kondusif.

Jangan terpuruk
Berbagai kebijakan pembatasan yang dilaksanakan pemerintah untuk memutus penularan virus corona seharusnya jangan sampai membuat ekonomi ikut terpuruk. Termasuk saat Lebaran ini ketika pedagang mengambil momentum untuk meraih omzet.

Terbukti di beberapa lokasi seperti penjual takjil, pedagang pakaian diserbu masyarakat. Di ssaat normal, momentum seperti ini memang menjadi titik temu antara pedagang dan pembeli, masing-masing memang ada yang dibutuhkan.

Tentunya sekali lagi peran pemerintah daerah untuk memberlakukan pembatasan tetap dilaksanakan. Meski dilarang, tetap terjadi pertemuan antara pembeli dan pedagang seperti pasar malam di Cengkareng.

Sebenarnya apabila kegiatan ekonomi ini tetap dibuka maka kerumunan seperti terjadi di beberapa lokasi tidak perlu terjadi. Hanya saja sosialisasi dan sanksi terhadap pelanggar tetap diberlakukan, misalnya menggunakan masker dan jaga jarak fisik baik antarpedagang maupun pembeli.

Pemerintah saat ini terus menjaga agar wabah corona ini tidak membuat ekonomi terpuruk berkepanjangan bahkan jangan sampai berdampak kepada sektor keuangan.

Wakil Keuangan RI, Suahasil Nazara mengatakan, yang harus dijaga saat ini agar sektor keuangan tetap stabil. Meskipun banyak perusahaan yang kesulitan untuk membayar kredit kepada bank namun tidak sampai memukul sektor keuangan.

Alumni Pangudi Luhur angkatan 1988 ini mengatakan, pemerintah sudah menambah APBN sebesar Rp405,1 triliun yang dialokasikan menjadi tiga kelompok prioritas. Yakni Rp75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp110 untuk jaring pengaman sosial dan Rp150 triliun untuk pemulihan ekonomi.

Belanja untuk pemulihan ekonomi ini diantaranya untuk merestrukturisasi sektor usaha yang mengalami kesulitan akibat tidak beroperasi karena wabah. Target dari pemerintah agar krisis ekonomi yang terjadi saat ini akibat banyaknya perusahaan yang tidak dapat beroperasi tidak dapat berlanjut menjadi krisis keuangan.

Menurut Suahasil, secara fundamental ekonomi Indonesia sebenarnya sangat kuat, data Januari sampai Maret 2020 ekonomi tumbuh empat persen dengan inflasi rendah tiga persen. Berdasarkan data ini ekonomi harus tetap dijaga untuk tetap tumbuh meski masih berperang melawan COVID-19.

Sedangkan Ketua Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani berharap sektor-sektor yang menjadi unggulan tetap diberikan panggung terutama sektor pertanian dan peternakan.

Menurut Rosan dengan kondisi saat ini pangan menjadi kebutuhan masyarakat. Padahal semua itu dapat didukung kalau kita memiliki basis pertanian dan peternakan yang kuat.

Rosan mengusulkan butuh kebijakan yang besar dan kuat agar sektor-sektor yang selama ini menjadi lokomotif ekonomi tetap berkibar meskipun wabah COVID-19 masih mendera masyarakat Indonesia.

Maksud dari besar dan kuat itu dibutuhkan kebijakan yang dapat diterima semua pihak sehingga dalam pelaksanaannya tidak akan mengalami gangguan.

Ketika kebijakan bekerja di rumah, sekolah di rumah serta semua aktivitas di rumah maka sektor pangan harus diperkuat. Pemerintah harus memastikan sektor ini tetap berjalan dan terdistribusi dengan baik.

 

Antara

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin