Jakarta, Aktual.co — Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), akan menggelar Muktamar ke-33 pada Agustus 2015 mendatang. Dalam Muktamar tersebut, PBNU Menetapkan tema ‘Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia’.
Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siroj, mengungkapkan tujuan diangkatnya tema tersebut, tak lain untuk mendorong peran lebih Islam dalam mengawal terciptanya perdamaian. Akan tetapi juga dikatakannya, Islam tanpa dibarengi semangat nasionalisme tak akan mampu mempersatukan umat.
“Islam saja tanpa nasionalisme akan menjadi ekstrim, dan nasionalisme saja tanpa ada landasan Islam akan kering,” kata Kiai Said dalam sambutannya di acara Pra Muktamar Nahdlatul Ulama yang dilaksanakan di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Rabu (22/4).
Kiai yang juga bergelar profesor di bidang tasawuf tersebut mengambil contoh beberapa negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, namun dirundung peperangan berkepanjangan karena ketiadaan semangat nasionalisme pada warga negaranya. Antara lain Somalia, Afghanistan, Libya, Iraq, Syria, dan terbaru Yaman.
“Ulama di negara-negara itu luar biasa alim, kitab-kitab karyanya jadi pelajar-pelajar kita, tapi tidak dapat berperan dalam mewujudkan perdamaian. Di (negara) kita, Alhamdulillah, keberadaan ulama-ulama NU dengan nasionalismenya mampu menjaga keutuhan NKRI,” tegas Kiai Said.
Karena nasionalisme itu juga, kata Kiai Said, konflik yang berakar pada perselisihan faham keagamaan di Indonesia bisa dengan cepat diredam. Dia mencontohkan, konflik NU dan Syiah di Puger bisa diatasi sebelum meluas, sementara kasus Ahmadiyah di Jawa Barat dapat diredam sebelum memakan korban jiwa dalam jumlah besar.
Melalui tema ‘Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia’, Muktamar NU yang akan diselenggarakan di Jombang, Jawa Timur, itu diharapkan mampu menghasilkan keputusan yang dapat mengubah kiblat perdaban Islam dunia ke Indonesia.
“Sudah saatnya kiblat peradaban Islam dipindahkan. Bukan lagi di Arab, di Iraq, di Afghanistan, tapi di Indonesia. Islam Nusantara, Islam NU, sudah mampu menunjukkan bagaimana Islam yang semestinya menjadi pengayom terciptanya perdamaian,” pungkasnya.
Sementara ahli sejarah Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Prof. Dr. Oman Fathurrahman, dalam sesi seminar Islam Nusantara sebagai Islam Mutamaddin Menjadi Tipe Ideal Dunia Islam, mengungkap riset yang dilakukannya telah menemukan banyak manuskrip yang menunjukkan sejarah masuknya Islam di Indonesia tanpa melalui jalan peperangan.
Manuskrip tersebut disebutnya layak dijadikan landasan atas perpindahan peradaban Islam dari kawasan Timur Tengah ke Indonesia.
“Jika di abad 17 – 18 peradaban Islam ada di Arab dan sekitarnya, sekarang Indonesia-lah pusat perdaban Islam tersebut,” kata Oman.
Meski demikian Oman menyayangkan belum adanya ‘buku putih’ yang bisa menjadi rujukan pembelajaran bahwa Indonesia adalah pusat peradaban Islam baru. “Makanya saya mendorong, mungkin PBNU akan melakukannya, mari bersama-sama kita rumuskan dan terbitkan buku putih tentang Islam Nusantara ini,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh: