Jakarta, Aktual.co — Museum yang berada di jalan Raya Pondok Gede, Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur bernama Museum Pengkhianatan PKI Lubang Buaya. Museum Pengkhianatan PKI ini dikelola oleh Pusat Sejarah TNI, Departemen Pendidikan, serta Departemen Kebudayaan Pariwisata, memiliki ratusan benda bersejarah terkait dengan peristiwa pemberontakan G30S-PKI.
Pintu gerbang tinggi menyambut pengunjung ketika memasuki Museum Pengkhianatan PKI, dengan jalan masuk lebar serta pepohonan rindang. Pengunjung hanya membayar karcis masuk Museum ini sebesar Rp2.500 per orang, baik dewasa maupun anak-anak, dengan karcis parkir bus Rp3.000, mobil sedan Rp2.000, sepeda motor Rp1.000.
Museum yang didalamnya dapat dilihat diorama rangkaian peristiwa terkait PKI yang terjadi sejak awal revolusi kemerdekaan sampai setelah meletusnya peristiwa G30S-PKI. Pada 4 November 1945, pasukan AMRI menyerbu Kantor Kabupaten dan Markas TKR di Tegal, namun gagal. Tokoh komunis lalu membentuk Gabungan Badan Perjuangan Tiga Daerah untuk merebut kekuasaan di Tegal, Brebes dan Pekalongan.
Ada pula diorama Museum Pengkhianatan PKI tentang teror Gerombolan Ce’ Mamat, gembong komunis 1926, Ketua Komite Nasional Indonesia Serang. Ia menuduh pemerintah RI Banten sebagai kelanjutan kolonial, juga menghasut rakyat agar tidak mempercayai pejabat pemerintah.
Pada 17 Oktober 1945 Ce’ Mamat membentuk Dewan Pemerintahan Rakyat Serang, merebut pemerintahan Karesidenan Banten, menyusun pemerintahan model Soviet. Ce’ Mamat beserta pengikutnya, diantaranya Laskar Gulkut, melakukan aksi teror, merampok, menculik membunuh pejabat pemerintahan.
Ketika Presiden Sukarno serta Wakil Presiden Moh. Hatta berkunjung ke Banten, dengan alasan dipanggil Presiden, Ce’ Mamat dengan anak buahnya menjemput R. Hardiwinangun, Bupati Lebak, dari rumahnya di Rangkasbitung dan membawanya ke desa Panggarangan.
Keesokan paginya, 9 Desember 1945, mereka membunuh R. Hardiwinangun dengan menembaknya di atas jembatan sungai Cimancak lalu melempar mayatnya ke sungai. Diorama Museum Pengkhianatan PKI yang memperlihatkan tindak kekerasan Pasukan Ubel-Ubel di Sepatan, Tangerang, pada 12 Desember 1945. Dimulai pada 18 Oktober 1945, Badan Direktorium Dewan Pusat pimpinan Ahmad Khairun dengan dukungan gembong komunis bawah tanah berhasil mengambil alih kekuasaan pemerintah RI Tangerang dari Bupati Agus Padmanegara.
Mereka membubarkan aparatur pemerintah tingkat desa sampai kabupaten, menolak mengakui pemerintah pusat RI, membentuk Laskar Hitam atau Laskar Ubel-Ubel karena berpakaian serba hitam memakai ubel-ubel (ikat kepala). Laskar Ubel-Ubel melakukan aksi teror dengan membunuh dan merampok harta penduduk Tangerang dan sekitarnya, seperti Mauk, Kronjo, Kresek, Sepatan.
Pada 12 Desember 1945, dibawah pimpinan Usman, Laskar Ubel-Ubel merampok penduduk Desa Sepatan, melakukan pembunuhan, termasuk membunuh tokoh nasional Oto Iskandar Dinata di Mauk. Diorama Museum Pengkhianatan PKI yang melukiskan peristiwa revolusi sosial Langkat pada 9 Maret 1946. Peristiwa ini bermula karena berdirinya Republik Indonesia belum diterima sepenuhnya oleh kerajaan-kerajaan Sumatera Timur. Ketidakpuasan sebagian rakyat yang menuntut penghapusan kerajaan dimanfaatkan PKI serta Pesindo untuk mengambil alih kekuasaan secara kekerasan.
Revolusi sosial dimulai pada 3 Maret 1946, selain untuk menghapus kerajaan juga merampok harta benda serta membunuh raja-raja beserta keluarganya. Tindakan teror pembunuhan terjadi di Rantau Prapat, Sunggal, Tanjung Balai dan Pematang Siantar pada hari itu. Pada 5 Maret 1946 Kerajaan Langkat secara resmi dibubarkan dan ditempatkan dibawah pemerintahan RI Sumatera Timur, namun tetap saja pada malam 9 Maret 1946 massa PKI pimpinan Usman Parinduri dan Marwan menyerang Istana Sultan Langkat Darul Aman di Tanjung Pura. Istana diduduki massa PKI, beberapa keluarga Sultan dibunuh, Sultan beserta keluarganya dibawa ke Batang Sarangan.
Setelah keluar dari gedung Museum Pengkhianatan PKI terdapat Museum Monumen Pancasila Sakti, yang diresmikan pada 1 Oktober 1981. Di Museum Monumen Pancasila Sakti ini terdapat diorama rapat persiapan pemberontakan PKI, latihan sukarelawan PKI di Lubang Buaya (5 Juli hingga 30 September 1965), penculikan Men/pangad Letjen TNI A Yani, penganiayaan di Lubang Buaya (1 Oktober), pengamanan lanuma Halim Perdana Kusuma (2 Oktober), Pengangkatan Jenazah (4 Oktober), Proses Lahirnya Supersemar (11 Maret 1966), dan beberapa diorama lainnya.
Setidaknya ada 34 diorama di Museum Pengkhianatan PKI yang diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 1 Oktober 1992 ini. Dikutip dari blog, Jumat (31/10).
Masuk
Selamat Datang! Masuk ke akun Anda
Lupa kata sandi Anda? mendapatkan bantuan
Disclaimer
Pemulihan password
Memulihkan kata sandi anda
Sebuah kata sandi akan dikirimkan ke email Anda.