Jakarta, aktual.com – Tabarruk atau mengambil berkah kepada sisa-sisa peninggalan Rasulullah Saw merupakan salah satu perbuatan untuk mendapatkan keberkahan daripada diri sang manusia mulia.

Lalu apa hukumnya bertabaruk serta bertawasul kepada bekas-bekas peninggalan Rasulullah Saw?

Syekh Sa’id Ramadhan al-Buthi dalam kitab Fiqhul as-Sirah an-Nabawiyah menceritakan bahwa pada saat akan terjadi Perjanjian Hudaibiyah, Urwah bin Mas’ud dan para sahabat lainnya serta ada juga Rasulullah Saw sedang membicarakan terkait dengan Perjanjian Hudaibiyah yang akan dilakukan oleh kaum Muslim dengan kaum Musyrikin.

Pada saat itu, Urwah bin Mas’ud sering menjulurkan tangannya untuk memegang jenggot Rasulullah Saw. Akan tetapi, Mughirah bin Syu’bah yang berdiri dekat dengan Rasulullah menghardik perbuatan Urwah tersebut seraya berkata, “Singkirkan tanganmu dari jenggot Rasulullah Saw!”

Urwah yang pada saat itu belum mengenal Mughirah bertanya, “Siapa dia ini?”

Mughirah pun menjawab, “Mughirah bin Syu’bah,”

Urwah pun berkata, “Duhai pengkhianat! Bukankah baru kemarin kamu mencuci pakaianmu,”

Urwah pun berdiri dan mengelilingi pandangannya kepada para sahabat Rasulullah Saw yang waktu itu hadir dan berkata, “Demi Allah, tidaklah Rasulullah Saw membuang ludah dan ludah tersebut jatuh ke telapak tangan salah satu sahabat maka sahabat itu akan mengusapkannya ke seluruh wajah dan permukaan kulitnya. Bila Beliau memerintahkan sesuatu, mereka pun bergegas melaksanakan perintahnya. Apabila Beliau berwudhu, mereka seolah akan saling membunuh demi memperebutkan bekas air wudhunya. Bila berbicara, mereka merendahkan suara mereka di hadapan beliau dan mereka tidaklah menajamkan pandangan kepada beliau sebagai pengagungan terhadap beliau.”

Melalui kisah sahabat di atas Syekh Sa’id Ramadhan al-Buthi mengatakan bahwa hukum bertabaruk serta bertawwasul kepada bekas sisa-sisa peninggalan Rasulullah Saw itu mandub dan dianjurkan oleh syariat.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain