Kongres Ekonomi Umat 2017, yang diprakarsai Majelis Ulama Indonesia (MUI) berakhir pada 24 April 2017, dengan menghasilkan tujuh butir arahan. Kegiatan itu dibuka oleh Presiden Jokowi pada 22 April dan ditutup dua hari kemudian oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Kongres ini merupakan lanjutan dari hasil Kongres Umat Islam Indonesia VI di Yogyakarta. Kongres ini diharapkan dapat menciptakan momentum penting dalam membangkitkan ekonomi umat, yang dalam aksinya kelak menjadi arus baru ekonomi Indonesia.
Kongres ekonomi umat yang baru pertama kali diselenggarakan ini bertujuan menginventarisasi masalah dan menjawab problematika yang dihadapi ekonomi Indonesia, khususnya yang menyangkut ekonomi umat Islam. Kenyataannya, ekonomi umat Islam memang masih sangat tertinggal, dan ketimpangan ekonomi Indonesia masih sangat tinggi.
Kepemilikan modal terhadap beberapa sektor penting, terutama yang menjadi hajat hidup orang banyak, masih dikuasai oleh pihak tertentu. Sementara pesan UUD 45 Pasal 33 mengamanatkan, perekonomian nasional diselenggarakan atas dasar demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, dan lainnya.
Maka diperlukan koordinasi, konsolidasi, kolaborasi, dan sinergi seluruh eksponen ekonomi umat, demi terwujudnya kesejahteraan umat yang berkeadilan dan berkeadaban. Faktanya saat ini penguasaan ekonomi belum merata.
Ada tujuh keputusan yang dihasilkan dalam kongres ekonomi umat tersebut. Pertama, menegaskan sistem perekonomian nasional yang adil, merata, dan mandiri dalam mengatasi kesenjangan ekonomi.
Presiden Jokowi telah menegaskan komitmennya untuk butir ini. Jokowi meminta kongres membahas redistribusi aset secara mendetail, agar bisa menjadi masukan untuk pemerintah. Ada dua kebijakan strategis: redistribusi aset dan reforma agraria.
Kedua, mempercepat redistribusi dan optimalisasi sumber daya alam (SDA) secara arif dan berkelanjutan.
Ketiga, memperkuat sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan berdaya saing tinggi, berbasis keunggulan IPTEK, inovasi, dan kewirausahaan.
Keempat, menggerakkan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi pelaku usaha utama perekonomian nasional.
Kelima, mewujudkan mitra sejajar usaha besar dengan koperasi dan UMKM dalam sistem produksi dan pasar terintegrasi.
UMKM sejauh ini hanya memperoleh porsi di bawah 20 persen dari nilai ekonomi nasional. Saat ini pelaku UMKM kurang mendapat perhatian dari pemerintah, padahal mereka adalah yang terbesar di Indonesia. Karena itu berbagai konsep disiapkan untuk mengangkat martabat UMKM.
Mengenai kemitraan ini, pemerintah telah meminta beberapa menteri untuk berbicara pada pengusaha besar, agar mereka mau bermitra dengan UMKM. Kemitraan yang dimaksud Jokowi itu bukan semata-mata mengajak, tetapi pemaksaan pada pengusaha besar. Karena, hal ini menyangkut hubungan yang lebih besar dan akhirnya rakyat yang akan merasakan keuntungan.
Keenam, pengarusutamaan ekonomi syariah dalam perekenomian nasional, tetap dalam bingkai Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dan ketujuh, membentuk Komite Nasional Ekonomi Umat untuk mengawal Arus Baru Perekonomian Indonesia.
Dengan tujuh hasil Kongres Ekonomi Umat ini, MUI juga telah mengatur langkah guna mendukung terwujudnya keputusan ini. Pertama, MUI menegaskan perlunya pemerintah menciptakan dan mendorong pertumbuhan ekonomi dengan penekanan pada pemerataan ekonomi.
Kedua, guna terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan, diperlukan konsep Rancangan Undang-undang Sistem Perekonomian Nasional dalam kerangka membangun ekonomi umat.
Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin berharap, hasil kongres ini dapat dijalankan sebaik-baiknya. Untuk itu, perlu dibuat komite untuk mengawalnya. Komite ini terdiri dari majelis ulama, ormas Islam, wakil-wakil pemerintah, dan wakil-wakil pengusaha.
Acara kongres ekonomi umat ini dihadiri sekitar 500 peserta, termasuk beberapa menteri Kabinet Kerja serta sejumlah pengusaha nasional, seperti Chairul Tanjung dan Arifin Panigoro. Hadir juga Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih, Sandiaga Uno.
Seluruh hasil Kongres Ekonomi Umat itu diserahkan kepada pemerintah, sebagai rekomendasi terkait persoalan ekonomi umat. Rekomendasi itu diterima Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Dengan kehadiran wakil pemerintah di sini, intinya pemerintah ingin ikut serta dalam membantu pemberdayaan umat melalui kongres ekonomi ini. Selama ini, sebetulnya sudah ada upaya pengembangan kesejahteraan pesantren dan kelompok ekonomi bawah. Namun, itu belum optimal. ***
Artikel ini ditulis oleh: