Ilustrasi perguruan tinggi(Shutterstock)
Ilustrasi perguruan tinggi(Shutterstock)

Padang, aktual.com – Bagi yang pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi tentu pernah menemukan teman yang berprestasi dan memiliki indeks prestasi tinggi, namun saat memasuki dunia kerja kariernya biasa saja.

Tak sedikit pula mahasiswa yang biasa-biasa saja ketika di kampus malah menjulang dan eksis di dunia kerja.

Ternyata selepas menyelesaikan kuliah di kampus dan memasuki dunia kerja, nilai IPK tidak berbanding lurus dengan keberhasilan dan kecemerlangan karir. Ada banyak ketimpangan antara prestasi di dunia sekolah dengan dunia kerja.

Bahkan berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Sumatera Barat pada Mei 2019 lulusan perguruan tinggi yaitu diploma masih mendominasi angka pengangguran terbuka di provinsi itu yang mencapai 10,86 persen dari total angkatan kerja 2,69 juta orang.

Fakta ini menggulirkan perdebatan di masyarakat apakah ada yang salah dengan pola pendidikan di perguruan tinggi, seberapa penting kuliah dan apa yang menjadi penentu keberhasilan seseorang di dunia kerja.

Beranjak dari realitas tersebut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menggagas program Kampus Merdeka bertujuan meningkatkan keterampilan teknis agar mahasiswa lebih siap memasuki dunia kerja.

Menurut Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Prof Nizam pemerintah menggagas program kampus merdeka agar lahir manusia unggul yang kreatif dan berdaya guna, serta adaptif terhadap perkembangan yang ada.

“Tujuan merdeka belajar melepas ruang ruang sempit menuju sumber pembelajaran yang amat luas di luar ruang kelas,” ujarnya pada diskusi kelompok terpumpun tentang program kampus merdeka di Universitas Andalas (Unand) Padang.

Empat aspek

Program Kampus Merdeka mengatur empat aspek yaitu pembukaan program studi baru, sistem akreditasi perguruan tinggi, perguruan tinggi berbadan hukum dan hak belajar tiga semester di luar program studi.

Untuk belajar di luar program studi perguruan tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa secara sukarela mengambil SKS di luar perguruan tinggi sebanyak dua semester atau setara dengan 40 SKS.

“Jadi SKS diartikan sebagai jam kegiatan, bukan jam belajar yang dapat dilakukan lewat belajar di kelas, praktik kerja, pertukaran pelajar, proyek di desa, wirausaha, riset, studi independen, dan kegiatan mengajar di daerah terpencil,” kata Nizam.

Dalam hal ini ada delapan kegiatan yang bisa dilakukan di luar kampus yang dihitung sebagai bagian dari perkuliahan selama dua semester setara hingga 40 SKS.

Kegiatan tersebut mulai dari magang atau praktik kerja di perusahaan, yayasan nirlaba, organisasi multilateral, institusi pemerintah, maupun perusahaan rintisan (startup).

Ia melihat selama ini mahasiswa kurang mendapat pengalaman kerja di industri/dunia profesi nyata sehingga kurang siap bekerja.

Sementara magang yang berjangka pendek kurang dari enam bulan tidak cukup untuk memberikan pengalaman dan kompetensi industri bagi mahasiswa.

Perusahaan yang menerima magang juga menyatakan magang dalam waktu pendek tidak bermanfaat, bahkan mengganggu aktivitas di Industri.

Pengalaman yang cukup

Dengan magang satu sampai dua semester, maka mahasiswa mendapatkan pengalaman yang cukup dan industri mendapatkan talenta yang jika bisa langsung direkrut, sehingga mengurangi biaya perekrutan dan training awal.

Mahasiswa yang sudah mengenal tempat kerja tersebut akan lebih mantap dalam memasuki dunia kerja dan kariernya, ujarnya.

Kemudian untuk kegiatan kuliah kerja nyata bisa diperpanjang hingga satu tahun sehingga mahasiswa bisa melakukan pendampingan di desa.

Apalagi saat ini ada 78 ribu menerima kucuran dana desa Rp1 miliar per desa dengan kondisi 27 ribu desa masih dalam kondisi desa tertinggal.

Kehadiran mahasiswa selama 6-12 bulan dapat mendampingi perencanaan program, mulai dari kajian potensi desa, masalah dan tantangan pembangunan di desa dan menyusun prioritas pembangunan, merancang program.

Kemudian mendesain sarana dan prasarana, memberdayakan masyarakat, Bumdes, mensupervisi pembangunan, hingga monitoring dan evaluasi sehingga efektivitas penggunaan dana desa untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan, kata dia.

Ia menyampaikan saat ini Kemendes bersama Kemdikbud dan Pertides sedang merancang program mahasiswa membangun desa dalam Kampus Merdeka untuk desa yang direncanakan dua sesi yaitu Januari-Juni dan Juli-Desember setiap tahun.

Integrasi

Dapat juga perguruan tinggi menyusun program mahasiswa membangun desa dengan mengintegrasikan KKN dengan mata kuliah dan kecakapan lain yang dibutuhkan mahasiswa sehingga bobot kegiatan setara 20 SKS, ujarnya.

Dalam hal ini mahasiswa melaksanakan program, setiap bulan melaporkan kegiatan, dosen memberi assignment, di akhir program mahasiswa dapat membuat karya tulis berupa kajian pembangunan desa sebagai tugas akhir, atau membuat karya video.

Berikutnya program mengajar di sekolah mulai dari sekolah dasar, menengah, maupun atas selama beberapa bulan di kota maupun daerah terpencil.

Harus diakui kualitas pendidikan dasar dan menengah di Indonesia masih sangat rendah dan mengacu pada Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 peringkat Indonesia nomor tujuh dari bawah.

Oleh sebab itu mahasiswa dapat terjun menjadi pengajar di sekolah-sekolah yang kekurangan guru yang datanya diajukan oleh pemerintah daerah.

Dalam hal ini mahasiswa mendaftar, mendapatkan pembekalan, dan diberangkatkan, di bawah bimbingan dosen, kata Nizam.

Dalam program kampus merdeka juga ada program pertukaran pelajar dengan mengambil kelas atau semester di perguruan tinggi luar negeri maupun dalam negeri, berdasarkan perjanjian kerja sama yang sudah diadakan pemerintah dan SKS yang diambil di akan disetarakan.

Perluas wawasan

Saat ini pertukaran mahasiswa dengan full credit transfer sudah banyak dilakukan dengan mitra perguruan tinggi luar negeri, tetapi di dalam negeri sendiri masih sedikit.

Dengan belajar lintas kampus tinggal bersama dengan keluarga di kampus tujuan, wawasan mahasiswa tentang kebhinnekaan akan kuat sehingga persaudaraan lintas budaya dan suku akan semakin kuat, ujarnya.

Selanjutnya mahasiswa dapat mengikuti kegiatan riset akademik, baik sains maupun sosial humaniora, yang dilakukan di bawah pengawasan dosen atau peneliti sebagai pengganti kuliah di ruang kelas.

Bagi mahasiswa yang memiliki minat di bidang riset, peluang untuk magang di laboratorium pusat riset menjadi peluang apalagi lembaga riset terkadang kekurangan peneliti saat mengerjakan proyek riset yang berjangka pendek untuk satu semester hingga satu tahun.

Tak hanya itu mahasiswa juga dapat melakukan kegiatan wirausaha dengan mengembangkan usaha secara mandiri dibuktikan dengan proposal kegiatan kewirausahaan dan bukti transaksi konsumen atau slip gaji pegawai.

Apalagi saat ini semangat kewirausahaan lulusan perguruan tinggi masih rendah, orientasi mahasiswa masih pada mencari tempat kerja ditambah lapangan kerja terbatas sehingga banyak pengangguran intelektual.

Mahasiswa juga dapat mengembangkan sebuah proyek berdasarkan topik sosial khusus dan dapat dikerjakan bersama-sama dengan mahasiswa lain.

Terakhir mahasiswa juga bisa mengikuti kegiatan sosial untuk yayasan atau organisasi kemanusiaan yang disetujui Perguruan Tinggi, baik di dalam maupun luar negeri

Hari ini ada banyak lembaga internasional seperti Unesco, Unicef, WHO dan lainnya yang telah melakukan kajian mendalam dan membuat proyek pembangunan di Indonesia maupun negara berkembang lainnya

“Mahasiswa dengan jiwa muda, kompetensi ilmu, dan passion dapat menjadi foot soldiers yang mereplikasi proyek-proyek kemanusiaan tersebut,” ujarnya.

Untuk mewujudkannya lembaga internasional bekerja sama dengan Kemendikbud menawarkan program-program berdasar agenda internasional seperti MDGs, kesehatan, kependudukan, lingkungan.

Ia menegaskan semua jenis kegiatan terpilih harus dibimbing seorang dosen yang ditentukan oleh perguruan tinggi.

Perubahan

Pada sisi lain Nizam menilai perguruan tinggi bisa menjadi museum dan ditinggalkan oleh pembelajar jika tidak melakukan perubahan di tengah pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

“Selama ini perguruan tinggi dikenal sebagai institusi yang paling sulit berubah, rutinitasnya hanya seputar ruang kelas, pustaka, laboratorium dan dosen, sementara ada banyak sumber pengetahuan lain di luar kelas,” katanya.

Menurut dia, kalau perguruan tinggi tetap mempertahankan pembelajaran seperti yang ada selama ini, maka lama-lama akan ditinggalkan mahasiswa karena mereka bisa belajar dari sumber pengetahuan yang berkembang pesat dengan menggunakan internet.

Ia menegaskan program kampus merdeka sifatnya hak artinya boleh diambil boleh tidak dan tugas kampus hanya memfasilitasi.

Tujuannya agar tercipta hubungan lebih erat antara kampus dengan masyarakat, industri dan pemerintah, ujarnya.

Ia berharap kampus harus jadi sumber pencerahan ilmu pengetahuan dan memberi manfaat langsung pada masyarakat dari pengetahuan yang dihasilkan.

Sementara Rektor Unand Padang Prof. Yuliandri menyampaikan dalam pelaksanaan program Kampus Merdeka pihaknya akan memodifikasi kembali program yang selama ini dilakukan seperti magang dan kuliah kerja nyata di desa.

Untuk 2020, Unand diberi target minimal 1.000 mahasiswa dimagangkan atau pada pendampingan desa dan ada 12 prodi yang disiapkan untuk itu.*

Artikel ini ditulis oleh:

Eko Priyanto