Ilustrasi- Buku Hadits

Jakarta, Aktual.com – Para pengkaji hadits biasanya akan menemukan suatu hadits yang mana kondisi sanad atau matan tidak sesuai urutannya, baik berbeda hanya dalam urutan atau bahkan mengubah substansi maksud hadits tersebut. Dalam kasus seperti ini masuk ke dalam pembahasan hadits maqlub.

Maqlub sendiri menurut Sayid Muhammad bin alwi al-Maliki yaitu hadits yang terdapat perubahan pada matan atau sanadnya, dengan terjadinya perubahan lafaz yang lain atau mengedepankan lafaz yang seharusnya berada di akhir.

Seperti yang dijelaskan Sayid Muhammad bahwa Maqlub sendiri bisa terjadi pada matan atau sanad. Adapun maqlub pada matan biasanya terjadi pada hadits yang menyebutkan suatu urutan. Namun, para ulama berpendapat bahwa jika tertukarnya sebuah hadits ini tidak mencederai maksud hadits, ia tidak mengurangi kualitas hadits tersebut.

Lalu, jika suatu hadits tertukar urutannya dan mempengaruhi maksud hadits, seperti contoh hadits, sebagai berikut:

…ورجل تصدق بصدقة فأخفاها حتى لاتعلم يمينه ما تنفق شماله

“…dan orang yang merahasiakan sedekah, sampai sampai tangan kanannya tidak mengetahui apa yang disedekahkan tangan kirinya.”

Jika dilihat secara makna, apakah benar bersedekah itu menggunakan tangan kiri? Padahal hadits-hadits yang menjelaskan tentang kebaikan, sangat dianjurkan untuk menggunakan tangan kanan.

Ternyata terdapat riwayat lain bahwa matan hadits yang disebutkan di atas terbalik. Matan yang lebih benar adalah sebagai berikut:

…حتى لا تعلم شماله ما تنفق يمينه

“…sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.”

Untuk mengetahui tertukarnya matan hadits ini, tentu perlu dilakukan telaah dari semua riwayat-riwayat yang sesuai dengan tema hadits tersebut. Dengan demikian, kita akan menemukan mana hadits yang lebih benar dan mana hadits yang keliru.

Adapun pada sanad, terdapat dua kasus yang terjadi. Pertama, terbaliknya nama seorang perawi. Misal seseorang bernama Ka’ab bin Murrah, namun disebutkan dalam sanad dengan nama Murrah bin Ka’ab. Tertukarnya nama ini cukup menyulitkan proses Jarh wa Ta’dil untuk menentukan kualitas hadits tersebut.

Selain itu, problem yang terjadi pada hadits maqlub adalah penukaran yang dilakukan perawi terhadap sanad hadits dengan sanad hadits yang lain. Semisal, riwayat Hammad an-Nashibi yang mendapatkan riwayat dari al-A’masy, dan dari Abu Shalih. Ternyata setelah ditelusuri hadits tersebut tidak diriwayatkan oleh al-A’masy akan tetapi dari Suhail bin Abu Shalih. Tujuan dari perawi melakukan hal tersebut untuk mendapatkan kualitas hadits yang lebih baik.

Itulah yang dimaksud dengan Hadits Maqbul.

Waallahu a’lam

(Rizky Zulkarnain)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arie Saputra